ENEWS, MAJENE •• Polemik keberadaan rumah makan Tipalayo yang berdiri di pesisir laut Sirindu, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, kini mulai mendapat atensi serius dari aparat penegak hukum.
Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polres Majene tengah mendalami dugaan pelanggaran yang terjadi di lokasi tersebut, baik dari sisi hukum lingkungan, tata ruang, maupun perizinan usaha.
Kanit Tipidter Polres Majene, Ipda Paridon Badri mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi awal dengan sejumlah instansi teknis untuk menelusuri legalitas dan dampak dari aktivitas rumah makan yang berada di kawasan pesisir itu.
“Kami sudah lakukan koordinasi awal dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP),” ujar Ipda Paridon, Selasa 17 Juni 2025.
Langkah koordinasi ini, lanjut Paridon, menjadi tahapan awal sebelum dilakukan pemanggilan terhadap pemilik rumah makan Tipalayo untuk dimintai keterangan.
“Kami ingin mengetahui apakah keberadaan rumah makan tersebut telah sesuai dengan regulasi yang berlaku atau justru ada dugaan pelanggaran pidana yang terjadi,” jelasnya.
Sebelumnya, RM Tipalayo sempat viral di media sosial karena lokasinya yang menjorok ke laut dan menyajikan panorama indah yang menggoda para pelancong.
Namun, di balik estetika yang ditawarkan, muncul pertanyaan dari sejumlah warga dan pegiat lingkungan mengenai legalitas bangunan dan potensi pencemaran lingkungan.
Beberapa pihak mempertanyakan apakah bangunan tersebut memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) di zona pesisir, analisis dampak lingkungan (Amdal), serta izin pemanfaatan ruang laut. Selain itu, kekhawatiran juga muncul terkait potensi kerusakan ekosistem pesisir, abrasi, dan terganggunya aktivitas nelayan.
Sejumlah regulasi yang dapat menjadi rujukan dalam penyelidikan kasus ini antara lain;
1. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana diubah dalam UU No. 1 Tahun 2014, yang mengatur kewajiban izin lokasi dan izin pengelolaan bagi pihak yang memanfaatkan ruang laut di bawah 12 mil;
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan dokumen AMDAL atau UKL-UPL untuk usaha yang berdampak terhadap lingkungan;
3. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang melarang kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW);
4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28/Permen-KP/2014 tentang Tata Cara Penataan Ruang Laut, yang mengatur pemanfaatan ruang laut harus seizin pemerintah;
5. Perda Kabupaten Majene tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku (jika ada) yang dapat digunakan untuk menilai kesesuaian lokasi rumah makan dengan peruntukan ruang.
Ipda Paridon menegaskan bahwa proses penyelidikan masih dalam tahap pengumpulan data.
“Pemanggilan terhadap pemilik rumah makan akan segera dilakukan. Kami akan dalami apakah terdapat unsur pidana, termasuk pelanggaran terhadap peraturan daerah atau undang-undang lingkungan hidup,” ujarnya.
Pihak kepolisian berharap kolaborasi dengan dinas-dinas terkait dapat mempercepat penanganan kasus ini dan memberikan kepastian hukum, baik kepada pelaku usaha maupun masyarakat sekitar.
Polemik RM Tipalayo di pesisir Sirindu menjadi contoh pentingnya ketegasan dalam menegakkan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan, terlebih di wilayah pesisir yang rentan terhadap kerusakan ekologis.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat menjawab kegelisahan publik dan menjadi pelajaran bagi pengelolaan kawasan pesisir secara berkelanjutan.
(Arfan Renaldi)