ENEWSINDONESIA.COM, BONE – Saat menghadiri rapat Paripurna penyerahan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Bone Tahun 2022 di kantor DPRD, Wakil Bupati Bone, Ambo Dalle mempertanyakan ketidakhadiran beberapa anggota DPRD Bone.
“Saya risau melihat kursi anggota dewan yang tidak terisi. Sebagai anggota dewan tidak hadir ketika membahas tentang rakyat itu dipertanyakan. Teman-teman media mohon dipublikasikan, saya akan berganggung jawab,” katanya dengan suara lantang di akhir pembacaan laporannya, di ruang rapat Paripurna DPRD Bone, Kamis (29/3/2023).
Dalam pantauan Enewsindonesia.com, hanya tujuh anggota DPRD yang hadir dalam rapat Paripurna tersebut.
Menanggapi pernyataan Wabup Bone, Secara terpisah ketua Komisi 1 DPRD Bone, Saifullah Latif menyatakan bahwa Eksekutif tidak berhak menegur Legislatif.
“Wakil bupati itu tidak punya kewenangan untuk menegur kita karena dia itu bukan atasan kita. Justru kebalikannya, makanya di DPRD itu ada namanya BK (Badan Kehormatan), itulah kemudian bisa memproses kita ketika tidak hadir rapat karena memang undangan rapat itu wajib di hadiri,” terangnya berapi-api melalui sambungan telpon seluler ke Enewsindonesia.com, Kamis (30/3/2023).
Lebih lanjut Saifullah menegaskan, ketika anggota DPRD tidak hadir itu juga hak.
“Ini kan kita tidak hadir karena rapat ini tidak disetujui, itu juga ada hak disitu. Jadi kewajiban memang untuk hadir tapi ketika kita tidak hadir itu menjawab ada hak yang kita tidak suka,” katanya.
Sifullah mengatakan, seharusnya Wabup atau Bupati menegur OPDnya dalam hal ini TPAD yang diketahui saat rapat banggar hanya satu opd yang hadir, dalam hal ini Kabid Anggaran Andi Ikbal.
“Yang lainnya tidak hadir termasuk ketua tim anggaran pak Sekda. Ketidakhadirannya adalah dia menghadiri acara pribadinya bupati di Makassar dalam rangka Bukber, padahal sudah diundang sebelumnya oleh DPRD,” tukasnya.
Yang lucunya lagi, kata Saifullah, mereka (Sekda) menghadiri acara pribadi dan meninggalkan dinasnya kemudian menggunakan mobil dinas ke Makassar.
“Inikan pelanggaran, acara pribadi pakai mobil dinas, beramai-ramai ke sana, mengabaikan undangannya DPRD. Ini persoalan hak-haknyanya masyarakat yang kita perjuangkan yang kemudian dihilangkan sepihak karena ada perintah MPK 212 itu yg kami istilahkan PMK Wiro Sableng,” tandas Saifullah.
“Memang parsial itu kewenangan Pemda, tapi secara bijak itu mestinya dikomunikasikan karena ada penganggaran PU itu lebih dari pada e-marking. kenapa bukan itu yg direlokasi atau direfokusing? Kenapa pokok-pokok pikiran DPRD menjadi kegiatan yang disentimen oleh Pemda. inikan tdk ada sinergi,” tutupnya.
(Mimienk Lee)