ENEWSINDONESIA.COM, BONE – Terbitnya Peraturan Bupati Nomor 42 Tahun 2019 tentang pemungutan pajak daerah secara online sampai saat ini masih belum berjalan maksimal.
Pada pasal 15 tertuang bahwasanya wajib pajak dilarang menolak untuk melakukan pemasangan alat sistem online pada tempat usahanya.
Namun pada faktanya regulasi terkait pajak online tersebut masih membingungkan wajib pajak.
Sampai saat ini masih banyak wajib pajak yang tidak memasang alat perekam data transaksi usaha sebagaimana dimaksud.
Mencermati kondisi tersebut, Andi Irwandi Natsir selaku legislator menilai kondisi tersebut cukup memprihatinkan.
Dimana upaya Pemda Bone meningkatkan PAD melalui sistem pemungutan pajak online justru tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Memang kita mengharapkan terjadinya peningkatan PAD dengan memanfaatkan teknologi yang lebih adaptif dan transparan sehingga potensi kebocoran bisa diminimalisir,” terangnya, Ahad (11/12/2022).
Yang lebih penting, kata dia, mesti ada perjanjian antara pihak BANK SULSELBAR dengan Pemda terhadap pemanfaatan teknologi tersebut agar supaya segala potensi penghambat bisa di minimalisir.
“Sebut saja kalau server down ataupun error sehingga tidak berfungsi secara maksimal. Olehnya mesti ada batasan sampai kapan itu bisa dijamin sehingga alat yang digunakan tersebut bisa kembali normal,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, bukan cuman pada persoalan penggunaan teknologi dalam rangka memaksimakan PAD tetapi terkait juga dengan pelayanan lain misalnya server di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terkadang tidak berfungsi.
“Ini kan, mesti ada jaminan sampai kapan bisa berjalan normal karena sangat terkait dengan pelayanan kepada masyarakat luas,” tutur Andi Irwandi memberikan pandangannya.
Senada dengan hal tersebut, Umar Habsi salah satu mantan aktivis mahasiswa Jogja yang sekarang menjadi Lawyer di Bone menilai, kegamangan Pemda Bone dalam menerapkan pemerintahan berbasis teknologi internet masih sangat menyedihkan.
“Kami pernah menangani klien dengan latar kasus yang koheren, mereka dituntut melaksanakannya sementara mereka juga tidak paham, regulasinya dimana mereka tidak tau,” ungkapnya.
Sebagai penggiat hukum, lanjut dia, yang pertama perlu kami kritisi adalah produk hukum bernama Perbup Bone 42/2019.
“Ini kok kalau kita cari di JDIH Pusat, JDIH Kabupaten dan Situs resmi bone.go.id gak dapat ya?? Ini sangat sensitif kami pikir,” sesalnya.
Yang kedua, kata dia, bagaimana bisa Perbup ini berjalan dengan baik sementara pelaksana Perbup saja sepertinya tidak siap.
“Coba cek beberapa alat perekam transaksi usaha tersebut, Bank Sulselbar gimana sudah siap gak?” Kritik Umar
Lebih lanjut Umar menilai, dengan kondisi penggiat industri kreatif di Bone yang sementara bertumbuh, regulasi tersebut sangat merugikan pelaku usaha sebagai wajib pajak.
“Kami menilai wajib pajak di Bone ini sudah memiliki kesadaran hukum, mereka pada dasarnya patuh dan berusaha taat akan kewajibannya, tetapi karena regulasi tidak jelas mereka hanya bisa berjalan seperti biasa dan akan menanggung konsekuensi hukum dikemudian hari, paling fatal tentunya berujung pada tutup usaha,” pungkasnya. (Red)