ENEWSINDONESIA.COM, BONE – Pelantikan kepala desa serentak di Kabupaten Bone telah dilaksanakan pada Desember 2021 lalu.
Namun, beberapa masalah muncul di bebeberapa desa terkait pengangkatan aparat desa. Hal ini jadi perbincangan hangat terutama di Media Sosial.
Seperti yang terjadi di Desa Lemo, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone. Dari pengakuan salah satu aparat desanya diberhentikan sepihak oleh kepala desa.
RH adalah salah satu aparat desa yang diberhentikan. RH mengungkapkan bahwa dirinya diberhentikan karena tidak mendukung kepala desa yang terpilih pada saat Pilkades lalu.
“Alasan yang na bilang pak desa ke saya, karena jelekki na rasa sama pendukungnya, jadi yang mau na angkat jadi staff harus dari pendukungnya,” tuturnya melalui via Whatsapp ke Jurnalis Enewsindonesia.com, Selasa (11/01/22).
Lebih lanjut, bahwa pemberhentian ini bukan hanya dirinya, melainkan beberapa aparat desa lainnya yang diberhentikan juga.
“Baru bukan cuma staf yang diberhentikan, semua kader-kader juga diganti, termasuk RT, RW dan Hansip,” lanjutnya.
Diketahui, posisi terakhir RH sebagai staf keuangan, sebelumnya pada tahun 2016-2019 sebagai Kaur. RH menjadi perangkat desa melalui pendaftaran/penjaringan aparat desa.
Namun, yang disesali RH bahwa dirinya diberhentikan tanpa adanya alasan yang mendasar.
“Tapi saya berhentikan dengan alasan bahwa saya peminum, dan sering terlambat datang di kantor, tapi kalau yang terlambat datang di kantor, bukan cuma saya sendiri hampir semua KAUR, Sekdes dan Staff hampir datang terlambat semua, tapi kenapa cuma saya yang diperlakukan seperti itu, padahal saya masuk melalui penjaringan,” ketusnya.
Terlebih dalam proses pemberhentian tidak ada bukti secara tertulis sebagai bentuk formal dan bukti secara administrasi.
“Iye tidak ada tertulisnya pak, semisalnya kalau ada, kenapa saya tidak diperlihatkan (tertulis), Kalau ada tertulisnya mungkin saya tidak tahu, karena tidak pernah ada penyampaian ke saya dalam bentuk tertulis,” tutupnya.
Kepala Desa Lemo belum mengkomfirmasi terkait hal ini. Jurnalis Enewsindonesia.com sudah beberapa kali mencoba menghubunginya.
Di tempat berbeda, Saifullah Latief, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bone, mengungkapkan bahwa secara aturan pemberhentian aparat desa didasari tiga hal, yaitu: meninggal dunia, mengundurkan diri dan diberhentikan.
“Yang digunakan oleh Kepala Desa, pasti pada poin ke tiga ini yaitu diberhentikan, tetapi diberhentikan pun harus memiliki alasan, yaitu tidak netral, tidak hadir selama 6 bulan, dan melanggar larangan sebagai aparat desa. Kemungkinan poin tidak netral menjadi alasan sehingga diberhentikan karena tidak mendukung pada saat pilkades, tapi itu juga sebenarnya tidak bisa digunakan oleh kepala desa untuk memberhentikan aparatnya karena memihak sama diapun saat pilkades juga termasuk tidak netral aparat desanya dalam kontestasi pemilihan umum, maka ketika pemberhentian dilakukan dengan hal itu berarti bisa dikatakan itu ilegal apalagi tidak ada secara tertulis yang membuktikan legalitasnya untuk diberhentikan sama halnya dengan cacat hukum ” imbuhnya kepada jurnalis Enewsindonesia.com melalui vie telepon, Rabu (12/01/22).
Lebih lanjut, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bone ini mengungkapkan bahwa prosedur pemberhentian itupun bisa dilakukan ketika telah melakukan proses pengganti aparat desa yang telah disepakati oleh pihak kecamatan.
“Secara normatif, pengangkatan aparat desa pun tidak bisa dengan asal tunjuk saja, harus melalui beberapa proses baru kemudian bisa ditetapkan menjadi aparat desa, dari proses pendaftaran, penjaringan, seleksi, sampai melakukan konsultasi dengan pihak kecamatan sehingga akhirnya pihak kecamatan yang menentukan dan mengeluarkan surat pengangkatan itu,” tandasnya.
“Dalam hal ini, ketika ada masyarakat merasa tidak puas atau kurang senang dengan segala ketimpangan yang dirasakan bisa melalukan penyampaian aspirasi di kantor (DPRD),” tutupnya.
Penulis: Andi Akbar