OPINI  

Telaah Kebenaran Integrasi Teori dan Konstalasi Politik di Indonesia

ENEWSINDONESIA.COM

Oleh: Sofyan

   
 

Menurut nieztche kebenaran tergantung pada perspektif tertentu maka setiap klaim kebenaran hanya bersifat imanen. Oleh karena kebenaran itu adalah persoalan krusial karena menyangkut persoalan kepercayaan seseorang oleh suatu realitas maka kebenaran harus memiliki tolak ukur.

Tolak ukur kebenaran adalah kepercayaan. Asas kepercayaan adalah ketika sesuatu itu rasional. Tetapi suatu rasionalitas belum tentu adalah suatu kebenaran ataukah suatu rasionalitas mencapai entitas kebenarannya itu adalah kebenaran, akan tetapi benar dalam artian relasi ide ide sehingga manifestasi dari pikiran itu adalah nihil atau muspra.

Namun, mungkin berbeda halnya ketika kita mengatakan bahwa kuantitas pakan yang cocok untuk sapi penggemukan adalah 10% dari bobot badan sapi. Premis tersebut benar kemudian diperkuat oleh rasionalisasi bahwa kandungan dari 10% itu adalah akumulasi pakan yang terdiri dari hijauan dan konsentrat, (sains 2015).

Lantas, ketika menyimak persolan kebenaran yang dimiliki oleh akal maka secara tidak langsung kita tergelincir jauh kedasar dogmatisasi pragmatis yang pada dasarnya terdapat etika, norma dan kemerdekan.

Kemerdekaaan semu, sadar dalam pikiran namun terbelenggu dalam realitas bukankah itu adalah pembodohan bagi seseorang yang berpikir?

Terkait persoalan kesadaran mungkin relevan apabila Rasisme menjadi objek pada tulisan ini. Rasisme tentu bukanlah pembahasan yang baru melainkan suatu anekdot sosial yang berorientasi pada perbudakan dan penindasan yang bermula pada zaman Nelson Mandela hingga sampai pada kasus FPI di indonesia.

Representasi dari dinamika ideologi itu sesungguhnya telah di kutip oleh baginda Rasulullah SAW bahwa salah satu tanda hari kiamat adalah terpecahnya ummatku menjadi 71 golongan dan golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti ajaran ahlusunnahwaljamaah.

Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (Aswaja) adalah salah satu aliran pemahaman teologis (Aqiedah) Islam Menurut telaah sejarah.

Istilah Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap faham kelompok Mu’tazilah, yang dikenal sebagai “kaum rasionalis Islam” yang ekstrim.

Gusdur adalah salah satu pemikir aswaja berpengaruh di kalangan masyarakat muslim.

Denganya itu, Gusdur pada saat mengamati konstalasi ideologi di Indonesia, beliau mengatakan “Indonesia itu tidak perlu di islamkan melainkan islamlah yang di Indonesiakan”.

Asumsi Gusdur bukan tidak berdasar, karena Gusdur paham betul dengaan titah-titah Walisongo dimana hingga pada dewasa ini mayoritas penduduk islam dibagian barat Indonesia masih menganut ajaran tersebut.

Makassar, 5 Januari 2021

banner 728x250    

Tinggalkan Balasan

error: waiittt