Oleh: Muh Fauzar Al-Hijrah
Mahasiswa Pasca (S3) Doktoral FKM Unhas
Masalah penggunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) telah menjadi perhatian serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data dari UNODC pada tahun 2020, sekitar 5,6% dari populasi dunia atau 275 juta orang pernah menggunakan NAPZA.
Peningkatan prevalensi penggunaan NAPZA ini terlihat signifikan di kalangan remaja, dengan persentase yang meningkat dua kali lipat dari 7,5% menjadi 16,5% dalam periode 2017-2020. Tren ini mencerminkan bahwa penggunaan NAPZA pada remaja bukan hanya masalah kesehatan fisik dan mental, tetapi juga menjadi isu sosial yang mendesak.
Latar Belakang dan Tantangan; NAPZA mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikis yang serius.
Withdrawal syndrome atau gejala putus zat merupakan salah satu efek mengerikan yang sering dialami oleh pengguna ketika berhenti menggunakan NAPZA. Dalam konteks Indonesia, data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa penggunaan NAPZA di kalangan pelajar mencapai 2,29 juta orang, dan angka ini terus meningkat hingga lebih dari 3,6 juta orang pada tahun 2020.
Faktor-faktor eksternal seperti masalah dalam keluarga, lingkungan yang tidak sehat, dan tekanan ekonomi sering kali menjadi pendorong utama penggunaan NAPZA di kalangan remaja.
Selain itu, pengaruh teman sebaya dan tekanan dari orang tua juga memainkan peran penting. Oleh karena itu, upaya penanganan harus dilakukan secara komprehensif, melibatkan berbagai aspek kehidupan remaja.
Contoh kasus terbaru, Kepolisian Resor Majene berhasil ungkap kasus penyalahgunaan narkoba diwilayah hukumnya, sebanyak 4 (empat) tersangka diamakan Reserse Narkoba Saat pelaksanaan Operasi Antik Marano 2024 pada bulan maret.
Hal ini membuktikan peredaran narkoba masih menjadi isu penting hingga hari ini dan sebagai kota pendidikan, Kabupaten Majene harus siap menghadapinya.
Edukasi dan Kesadaran Publik; Salah satu langkah pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan edukasi dan kesadaran publik tentang risiko penggunaan NAPZA.
Kampanye edukasi yang luas harus dilakukan melalui berbagai media, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Integrasi materi tentang bahaya NAPZA ke dalam kurikulum pendidikan kesehatan di sekolah-sekolah juga sangat penting.
Dengan demikian, remaja dapat memahami risiko yang mereka hadapi dan belajar cara menghindarinya sejak dini.
Pengawasan dan Penegakan Hukum; Pengawasan terhadap penjualan NAPZA harus diperketat. Banyak apotek dan penjual obat yang masih menjual NAPZA tanpa resep dokter, yang tentunya memperburuk situasi.
Penegakan hukum yang tegas perlu diterapkan kepada mereka yang melanggar regulasi ini. Dengan meningkatkan pengawasan dan memberlakukan sanksi tegas, kita dapat mengurangi aksesibilitas NAPZA di kalangan remaja.
Pelatihan Tenaga Kesehatan; Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam penanganan NAPZA. Mereka harus diberikan pelatihan yang memadai tentang manajemen penggunaan NAPZA dan cara mendeteksi tanda-tanda penyalahgunaan pada pasien.
Edukasi kepada pasien tentang penggunaan yang tepat dan risiko penyalahgunaan juga harus menjadi bagian dari pelayanan kesehatan rutin.
Kerjasama Antar Lembaga; Masalah penggunaan NAPZA tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga saja.
Diperlukan kerjasama yang erat antara dinas kesehatan, kepolisian, lembaga pendidikan, dan organisasi non-pemerintah.
Forum diskusi reguler perlu diadakan untuk membahas perkembangan situasi dan efektivitas kebijakan yang telah diterapkan. Kerjasama ini akan memastikan bahwa upaya penanggulangan NAPZA dilakukan secara terkoordinasi dan efektif.
Menuju Generasi Bebas NAPZA; Untuk mencapai generasi bebas NAPZA, kita perlu membekali remaja dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat.
Konsep literasi kesehatan harus diperkenalkan, agar remaja lebih resilien terhadap penggunaan NAPZA. Individu yang resilien mampu mengambil langkah positif dari perilaku berisiko dan melindungi diri mereka dari efek negatif.
Dengan komitmen bersama dan tindakan nyata, kita dapat mengurangi prevalensi penggunaan NAPZA di kalangan remaja dan menciptakan masa depan yang lebih sehat dan cerah bagi generasi mendatang.
Sebagai akademisi dan masyarakat umum, kita juga memiliki tanggung jawab untuk terus mengangkat isu ini dan mendorong perubahan positif melalui tulisan dan kampanye edukasi yang berkelanjutan.