Enewsindonesia.com – Istilah politik dinasti kembali ramai diperbincangkan publik di masa Pemilihann Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, setelah banyak keluarga pejabat di pemerintahan yang kini bertarung di Pilkada.
Sebut saja Putra Presiden Gibran Rakabuming Raka yang akan bertarung di Pilwalkot Solo, Putri Wakil Presiden Siti Nur Azizah di Pilwalkot Solo, hingga Putra Sekretaris Kabinet Hanindhito Himawan Pramono di Pilkada Kabupaten Kediri.
Melihat fenomena itu, Penganat Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, berpandangan kepemimpinan tak bisa diwariskan.
“Kepemimpinan tidak bisa diturunkan secara biologis, perlu ada kompetisi yang dilalui,” kata Ahmad Khoirul, dalam sebuah diskusi Daring Politika Research dan Consulting bertajuk Calon Kepala Daerah Muda Bisa Apa, Minggu (26/7/2020).
“Mas Dhito (Putra Seskab Pramono Anung) tadi bilang berdarah-darah di sini artinya ada kompetisi, effort (usaha) dan itu menjadi kerja apakah yang bersangkutan memang siap berhadapan dengan kompetisi atau tidak. Karena seorang kalau tidak siap tetapi dipaksakan menjadi pemimpin, saya yakin dia akan rapuh dan mudah goyah dan tidak kokoh,” sambung dia.
Ahmad Khoirul berkata, tidak ada yang salah dalam politik dinasti jika dilihat dari aturan, hanya saja masalah ada kalau dilihat dari sisi etika.
“Secara aturan tidak ada yang salah, tetapi secara etika dan perkembangan demokrasi memang politik dinasti berpotensi menghadirkan ancaman hegemoni kekuasaan,” papar Ahmad Khoirul.
Lebih lanjut, dengan kekhawatiran itu, Umam mengulas kembali tentang politik dinasti di UU No 8 Tahun 2015, namun akhirnya dibatalkan MK walhasil pasal itu dihapus karena dianggap tak sesuai dengan UUD 1945.
“Intinya, kalau seseorang calon kepala daerah punya ikatan perkawinan dan darah lurus ke atas, bawah, samping itu diwajibkan menunggu satu periode pemerintahan. Saya masih ingat itu ada di pasal 7 UU 8 Tahun 2015 tetapi itu dihapus di UU sekarang karena dianggap bertentangan dengan pasal 28 d ayat 3 UUD Tahun 1945,” sebut Ahmad Khoirul.
Sebelumnya, Gibran sudah menanggapi perihal politik dinasti yang disematkan pada dirinya, ia mengaku bingung di mana letak politik dinastinya. Sementara Dhito anak Seskab Pramono Anung menyatakan hal itu sudah takdir dan dia tidak mempersoalkan. (HH)
Source : Kumparan.com