Panja Tatib dan Kode Etik DPRD Sulbar Berkunjung ke DPRD Sulsel

Enewsindonesia.com, Makassar – Panitia kerja (Panja) Tata Tertib dan kode Etik DPRD Sulbar berkunjung ke DPRD Sulsel pada hari Kamis (3/10/19). Beberapa hal yang menjadi tujuan kunjungan kedua panja ini diungkapkan oleh ketua panja, yang masing-masing dipimpin oleh Hatta Kainang di Panja Tatib dan Syamsul Samad di Panja Kode Etik.

Beberapa hal yang menjadi pertanyaan panja tatib yang telah dua hari membahas Tatib pasca dilantik 26 September. Panja Tatib ingin sharing dengan beberapa isu,  seperti soal diskursus mengetahui lebih awal rancangan RKPD yang merupakan turunan dari RJMD, karena akan bermuara pada KUA dan PPAS, jelas Hatta Kainang dalam pengantarnya.

     
 

Hatta Kainang yang merupakan politisi Partai Nasdem menanyakan kewenangan anggaran di DPRD Sulsel, apakah seluruhnya di banggar atau juga dibahas di komisi. Panja juga mengemukakan keinginan DPRD menindak lanjuti pemeriksaan BPK. “Kami mencoba membuat terobosan bukan hanya BPKP juga ada inspektorat,” ujarnya.

Pada fungsi pengawasan juga pada tugas pembantuan dan dana APBN seperti dana Desa. Kasus Maluku yang melakukan pengawasan dana desa melalui APBN. Karena provinsi adalah wakil pemerintah pusat di daerah.  Hal lain yang ditanyakan  adalah tentang tenaga ahli.

Syamsul Samad sebagai Ketua Panja Kode Etik, menanyakan pengalaman DPRD Sulsel, apakah sudah ada BK DPRD Sulsel dan sudah pernah bersidang. Dab, kasus-kasus apa saja. Adakah ruang yang membuat terkungkung akibat kode etik yang dibuat sendiri.

Beberapa anggota DPRD Sulbar yang turut serta dalam kunjungan ini memanfaatkan kesempatan untuk mengajukan beberapa pertanyaan. Rayu dari PDIP menanyakan tentang fasilitas untuk fraksi seperti kendaraan operasional fraksi. Rayu juga menanyakan tentang aturan penggantian pimpinan yang berhalangan lebih dari 30 hari, di iluar dari kasus pelanggaran hukum.

Politisi Partai Golkar Usman Suhuriah berharap tatib dan kode etik membuat fungsi-fungsi DPRD diperkuat, bukan malah mereduksi DPRD. Misalnya tentang fungsi pengawasan perda ajudikasi serta wewenang me-review.

Menjawab berbagai pertanyaan dan sharing dari para anggota DPRD Sulbar tersebut, anggota DPRD Sulsel yang merupakan politisi senior PAN, Usman Lonta, berbagi pengalaman.

Menurut Usman, pedoman untuk menjalankan tugas adalah tatib bukan PP nomor 12, karena ini hanya pedoman pembuatan tatib. Yang penting argumentasinya ada, jangan memasukkan hal yang mungkin akan mempersulit dalam beracara.

Terkait RKPD, Ia menjelaskan bahwa RKPD bahkan Renstra RKP yang merupakan turunan dari APBD perlu narasi, tidak hanya melihat angka , tapi harus tahu dari mana angka itu muncul. Kaya angka namun miskin narasi, maka perlu meminta RKPD di awal.

Mengenai  PP 12 tentang bimwas atau bimbingan dan pengawasan oleh APIP, BPKP, DPRD, dan masyarakat. Bisa mengundang BPKP dengan audit investigatif. “Bagus juga usul membandingkan BPKP dan inspektorat. Lebih bagus ada tool daripada tidak mempersiapkan di awal,” ujarnya.

Perihal tenaga ahli, basisnya adalah AKD. Di DPRD Sulsel terdiri dari lima tenaga ahli untuk pimpinan, lima untuk komisi, empat untuk badan, dan sembilan untuk fraksi.

“Misalnya saat saya  di komisi C, untuk pembahasan APBD, kita kasih dulu ke tenaga ahli untuk dikaji, dan kita bisa memberi masukan  kepada OPD,” ungkap Usman.

Pengalaman untuk kendaraan fraksi. “Kami pinjam pakai oleh DPRD, namun seiring keluarnya PP 18 tahun 2018 ditarik semua termasuk yang di fraksi. Padahal, harusnya yang di fraksi masih tetap dapat digunakan,” katanya.

Mengenai  Masalah pergantian pimpinan berhalangan 30 hari, tidak apa-apa kalau diatur di tatib. Karena yg diatur hanya jika tersangkut masalah hukum. (Advertorial)

banner 728x250    banner 728x250  

Tinggalkan Balasan