Oleh : Andi Akbar (Mahasiswa Pascasarjana Unismuh Makassar)
ENEWSINDONESIA.COM – Pesta demokrasi telah usai, selalu menyisakan cerita bagi para petarung dan masyarakat. Ada suka duka yang tersimpan dalam pangkuan sang petarung. Namun, bukan berarti harus terus larut didalamnya.
Kalah tentu tak menyenangkan hati. Namun, bukan berarti harus terus disesali. Karena dengan niatan awal untuk memperbaiki daerah dengan usaha dan doa-doa yang telah dipanjatkan kepada Sang Ilahi sebagai ikhtiar baik bagi para ksatria.
Para Ksatria pasti menaruh harap akan menang dalam pertarungan. Bukan berarti bahwa tidak siap akan kekalahan. Karena kalahpun adalah sebuah prosesi panjang yang akan memberikan pengalaman dan pembelajaran berharga untuk dijadikan pegangan ke depannya.
Kita tidak bisa pungkiri, seiring perkembangan jaman, perpolitikan pun terus bermetamorfosis dengan menggunakan segala cara tipu muslihat untuk mencapai tujuannya. Bahkan dengan cara-cara yang kotorpun akan dilakukan yang bahkan sampai nalar dan hati nurani tidak bisa menerimanya. Namun semua itu akan tetap dilakukan demi sebuah kemenangan.
Ksatria sejati adalah yang bertarung dengan komitmen dan integritas yang tinggi. Konsisten akan capaian kemenangan dengan cara-cara yang baik. Memiliki integritas yang tinggi dengan memberikan pendidikan politik sehat kepada masyarakat. Menjadi suri tauladan yang akan meraih kemenangan dengan cara menarik simpatik masyarakat tanpa ada tendensi atau apapun yang dapat mencederai demokrasi.
Pendidikan politik yang sehat dan baik kepada masyarakat, sesungguhnya adalah sebuah kemenangan yang besar. Telah menang melawan gerakan-gerakan yang tercelah dan tidak terhormat dengan jual beli suara, menyebar hoax untuk membunuh karakter lawan, memberikan intimidasi dan ancaman kepada pemilih.
Ksatria demokrasi terus melakukan proses dengan cara yang sehat melalui visi misi perubahan ke arah yang lebih baik, kebangkitan dan untuk kesejahteraan masyarakat. Strategi dan taktik politik yang jitu tanpa harus menjatuhkan dan menyakiti satu sama lain.
Menang dan kalah bukanlah hanya milik dari seorang petarung saja. Melainkan ada saudara-saudara yang terus mendukung dan memberikan support baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jangan patahkan semangat dan harapan yang diberikan. Semua ingin kerja secara maksimal, namun terkadang kondisi yang mengharuskan untuk tidak bisa berbuat. Bukan karena tidak mau melainkan karena lebih kepada tidak mampu.
Menang bukanlah suatu kebanggan yang harus dirayakan secara berlebihan. Karena ada amanah dan tanggung jawab besar menanti ke depannya yang harus dikerjakan dan direalisasikan. Serta memberikan rasa hormat kepada yang kalah yang telah memberikan pertarungan yang hebat dalam kontestasi.
Kalah pun bukanlah sebuah kutukan yang harus disesali dan merasa malu, apalagi sampai menyimpan dendam. Karena Ksatria sejati telah membuktikan dengan memberikan perlawanan yang hebat kepada lawan sehingga susah payah untuk mencapai kemenangannya.
Kemewahan tertinggi seorang Ksatria adalah telah siap mental dan fisik untuk menerima keputusan akhir. Menang dan kalah hanyalah efek dari perjuangan. Lebih daripada itu bagaimana bisa melebur ego sektoral dan ego primemordial menjadi sebuah kebersamaan untuk membangun daerah lebih baik.
Dengan tetap berpegang pada falsafah “sipakkatau, sipakkalebbi, sipakkainge” menjadikan para Ksatria demokrasi akan kembali saling merangkul, bahu-membahu, dan saling berpegangan tangan untuk bersama memajukan daerahnya sesuai dengan niatan awal untuk kebaikan dan kemajuan daerah.