ENEWSINDONESIA.COM, BONE – Warga Desa Sanrego, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone dihebohkan dengan terjadinya abrasi di lokasi Proyek Tanggul Penahan Abrasi, di Jalan Poros Makassar-Bone-Sinjai, tepatnya di depan Kantor Desa Sanrego, Senin (11/1/2021).
Beberapa warga sempat mengabadikan kejadian tersebut dengan telpon seluler mereka dan beredar di Media Sosial.
Surianto, salah satu warga Desa Sanrego mengatakan bahwa sudah dua minggu tidak ada aktivitas di lokasi kejadian.
“Proyek ini sementara berjalan, tapi sudah dua mingguan tidak ada aktivitas, kemungkinan terkendala di dana yang belum cair atau bagaimana? Saya kurang tahu.
Proyek ini menggunakan anggaran provinsi dengan anggaran 1,5 M,” bebernya kepada Enewsindonesia.com via whatshaap.
Pengerjaan tanggul ini menghabiskan anggaran Rp 1,5 miliar bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Sulsel.
Pengerjaannya dilakukan oleh CV Resky Abadi. Proses pengerjaan dari 21 September tahun 2020. Proyek ini merupakan proyek pasca bencana.
Kepala Desa Sanrego, Andi Malla menduga teknisi dan proses perencanaan proyek ini tidak bagus. Sebab, belum cukup sebulan selesai pengerjaan, tanggul sudah amblas.
Padahal, di daerah tersebut hanya diguyur hujan sekira 15 menit saja. Namun, tiba-tiba tanggul amblas.
“Tanggul amblas kemarin, Senin 11 Januari. Mungkin teknisi dan perencanaanya tidak benar sehingga amblas. Padahal nilai anggarannya Rp 1,5 miliar,” terangnya, Selasa (12/1/2021).
Dia pun meminta pihak terkait turun untuk membenahi tanggul tersebut. Khawatirnya, jika dibiarkan, berdampak di jalan poros Makassar-Bone-Sinjai.
“Harus dibenahi karena sangat parah. Antara jalan dengan tanggul amblas jaraknya tidak cukup satu meter. Takutnya nanti jalan juga amblas,” jelas Andi Malla.
Sementara Kepala Dinas PUPR Pemprov Sulsel, Prof Rudy Djamaluddin menyampaikan telah menerima berita tersebut. Namun, untuk laporan secara teknis, kronologis dan permasalahannya belum.
“Sementara saya meminta bagian Bimtek untuk melakukan kajian,” katanya.
Kata dia, inilah risiko jika berbicara teknis penanganan darurat. Apa lagi, akhir-akhir ini curah hujan cukup tinggi.
“Namanya penanganan darurat, makanya ada keterbatasan-keterbatasan. Secara teknis dan secara struktur kemampuannya menahan longsoran itu sudah tidak mampu akibat curah hujan terlalu tinggi. Sehingga terjadi longsoran tersebut,” tutur Prof Rudy.
Meski begitu, secara teknis, ia telah memerintahkan kepada anggotanya untuk melakukan pengkajian.
“Secara teknis saya masih minta untuk dikaji. Semoga ke depan ada solusi-solusi yang bisa lebih permanen,” tutupnya.(*)