ENews, Polman •• Jamaluddin yang merupakan Kepala Puskesmas Kecamatan Alu, Kabupaten Polewali Mandar (Polman) diduga menjadi korban salah tangkap oleh aparat kepolisian saat terjadi bentrok Pada proses eksekusi lahan di Palludai, Desa Katumbangan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kamis (3/7/2025) lalu.
Jamaluddin juga diduga mengalami tindak kekerasan oleh pihak kepolisian. Ia dilarikan ke RSUD Andi Depu untuk menjalani operasi karena mengalami penggumpalan darah di bagian kepala.
Awaluddin, yang merupakan juru bicara keluarga korban membeberkan bahwa saat ini Jamaluddin belum sadarkan diri pasca operasi pengangkatan gumpalan darah di kepala.
“Kami menengarai ada kesalahan dalam penangkapan dalam mengamankan kasus eksekusi lahan di Pallu’dai kemarin. Dan kita meminta pihak Polres Polman bertanggung jawab atas peristiwa yang menimpa saudara kami,” tegas Awaluddin dalam keterangannya, Sabtu, (5/7/2025).
Awal menjelaskan sesuai penuturan istri korban yang mendampinginya di UGD. Saat kejadian, sang suami berada di lokasi tempat kerumunan massa karena ingin mengamankan rumah orang tuanya yang berada di sekitar lokasi kejadian. Saat itu api yang berkobar di depan rumah mertuanya akibat lemparan bom molotov.
“Tidak mungkin suami saya (korban) keluar dari rumah tersebut karena itu rumah saya, rumah mertua saya. Bahkan seorang petugas polisi memerintahkan agar masuk ke rumah dan mengunci dari dalam dan tidak berada di depan rumah saat kejadian,” kata Awal menirukan keterangan dari istri korban.
Tidak lama kemudian, datanglah polisi yang lain melakukan pendobrakan paksa dan menyeret paksa semua penghuni yang berada di dalam rumah tersebut termasuk Jamaluddin (Kapus Alu).
Korban berusaha menerangkan dan menjelaskan bahwa rumah itu miliknya yang dijaga, tapi tetap diseret paksa oleh petugas.
“Bahkan istrinya Jamaluddin berkali-kali berontak dan memaksa melepaskan suaminya dan mengatakan ‘suami saya sejak pagi berada di rumah ini untuk melakukan penjagaan dari sesuatu yang membahayakan. Suami saya tidak melakukan apapun. Suami saya sadar dia seorang ASN yang bertugas sebagai kepala Puskesmas Alu’,” beber Awaluddin.
“Yang kami pertanyakan kenapa bisa korban mengalami luka serius seperti ini, seperti mengalami penyiksaan tanpa ampun. Jika itu dalih mengamankan kenapa mesti melukai kenapa tidak dievakuasi saja tanpa kekerasan,” tambah Awaluddin.
Selain itu Awaluddin mengungkapkan, saat keluarga korban ingin membawa makanan ke Polres di mana korban ditahan, seorang petugas polisi melarang masuk. Tak berselang lama, Jamaluddin telah berada di UGD RSUD Haja Andi Depu. Lalu saat pihak keluarga membesuk ke UGD, tak disangka Jamaluddin terluka parah dengan kondisi yang mengenaskan.
“Pertanyaan kami sebagai pihak keluarga mestinya kepolisian bisa memilah siapa yang harus ditindak secara terukur dan tidak melibatkan emosional dan menggeneralisir semua orang yang berada di tempat itu,” katanya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari Polres Polman terkait insiden tersebut.
Sebelumnya diwartakan, eksekusi lahan di Dusun Palludai, Desa Katumbangan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), diwarnai kericuhan antara aparat kepolisian dan massa yang menolak eksekusi, Kamis (3/7/2025).
Kericuhan terjadi saat massa dari pihak termohon yang kalah dalam perkara hukum, nekat melempari aparat kepolisian dengan batu dan bom molotov.
Ratusan warga yang menolak eksekusi bersikukuh melakukan perlawanan dan membakar tumpukan kayu di tengah jalan untuk menghalangi kendaraan mobil Barracuda milik polisi.
Mereka memprotes putusan pengadilan yang memenangkan pihak Kaco’ Pua’ Ca’ma Cs atas lahan sengketa seluas 60 are.
Eksekusi lahan sengketa tersebut antara pihak Kaco’ Pua’ Ca’ma Cs melawan pihak Pauli Cs, yang telah bergulir sejak 1999 dan berkekuatan hukum tetap setelah diputus hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI.
Lahan yang disengketakan mencakup tiga titik seluas total 60 are, di atasnya berdiri enam unit rumah warga dan area perkebunan yang kini menjadi objek eksekusi. (Red)