ENEWSINDONESIA.COM, Morotai – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pulau Morotai, Privinsi Maluku Utara telah melakukan penghentian tuntutan terhadap perkara atas nama tersangka Ricky Tonangena alias Riki dengan pendekatan Restoratif Justice dalam perakara penganiayaan, Rabu(13/7/2022).
Adapun alasan Penuntut Umum menghentikan tuntutan tersebut terhadap tersangka Ricky Tonengan :
1. Tersangka Ricky Tonengan disangkakan melanggar pasal 351 ayat (1) kuhpidana dimana ancaman pidana penjara pada pasal 351 ayat (1) kuhpidana selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan sehingga tidak melebihi ancaman pidana penjara selama 5 (lima) tahun;
2. Tersangka Ricky Tonengan alias Riki baru pertama kali melakukan tindak pidana;
3. Tersangka Ricky Tonengan alias Riki mengakui terus terang kesalahannya;
4. Antara tersangka Ricky Tonengan dan korban telah melakukan perdamaian yang dituangkan dalam surat perdamaian pada tanggal 05 juli 2022;
5. Dalam proses perdamaian tersebut korban sama sekali tidak ada meminta persyaratan kerugian dalam bentuk apapun kepada tersangka Ricky Tonengan;
6. Dalam proses perdamaian tersebut korban menyampaikan dan mengharapkan kepada penutup umum untuk tidak dilanjutkan ke persidangan.
Atas dasar tersebut pada tanggal 7 Juli 2022 penuntut umum mengajukan permohonan Restoratif Justice kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum dan memaparkan permohonan Restoratif Justice.
Berdasarkan hal tersebut, pada tanggal 13 Juli 2022 Kajari Kabupaten Pulau Morotai mengeluarkan Surat Ketetapan Penghetian Penuntutan nomor: B-628 /Q.2.16/EOH.2/072022, atau yang lebih dikenal SKP2.
Kajari Morotai, Sobeng Suradal, SH., MH, menyampaikan dengan terlaksananya penghentian tuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice setidaknya ada 4 (empat) poin yang menjadi harapannya;
1. Memotivasi aparat penegak hukum untuk terlibat dalam tujuan keadilan. Yaitu pemulihan bagi mereka yang membutuhkannya;
2. Penerapan proses keadilan restorative akan mendorong pelaku untuk merenungkan perilaku yang salah dan kerugian yang ditimbulkannya termasuk bagaimana ia harus merehabilitas dirinya;
3. Dapat menjadi solusi mengurangi jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan;
4. Merubah paradigma masyarakat khususnya terhadap kejaksaan bawah penegakan hukum yang cenderung berfokus pada pembalasan dengan pemenjaraan, daripada memulihkan keadilan.
“Bahwa pergeseran paradigma yang terjadi di Kejaksaan saat ini, yaitu Kejaksaan yang humanis tercermin dari penyelesaian perkara melalui keadilan Restoratif dan tanpa melalui proses persidangan,” terangn Kajari Morotai, Rabu (13/7/2022).
Dia menuturkan, bahwa langkah ini pelan – pelan dapat membawa perubahan di masyarakat. Pelaksanaan kewenangan dengan penuh ketulusan berhasil menggeser paradigma lalu yang kaku, kejam dan tanpa kompromi.