ENEWS PEMILU •• Komisi Pemilihan Umun (KPU) Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Novena, Jalan Jend. Ahmad Yani, Rabu (19/2/2025). Hal itu dalam rangka Penyusunan Laporan Evaluasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bone 2024.
Ketua KPU Kabupaten Bone, Yusran Tajuddin mengatakan pelaksanaan FGD tersebut merupakan bentuk evaluasi pelaksanaan Pilkada sekaligus mengidentifikasi keberhasilan dan kendala yang terjadi selama proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bone.
Salah seorang peserta FGD, Herman Kurniawan yang merupakan akademisi dari Universitas Cahaya Prima (Uncapi) menyampaikan bahwa tahapan Pilkada 2024 ini partisipasi pemilih itu hanya 69,25 persen.
Menurutnya, hal itu diakibatkan karena kurangnya sosialisasi KPU Bone di lapisan masyarakat bawah.
“Dalam pantauan kami di lapangan, sosialisasi itu kebanyakan di sekitar kota saja. Memang ada sampai ke desa tapi cuma dihadiri mahasiswa. Jadi masyarakat bawah itu merasa tak dibutuhkan dalam pilkada ini,” jelas Herman.
Selain itu, dalam tahapan pilkada, sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) tak segan melakukan pelanggaran.
“Itu dikarenakan tidak tegasnya hukuman kepada mereka. Di setiap pemilu di Bone, selalu ada pelanggaran ASN dan itu tak sedikit. Coba hukumannya penundaan promosi jabatan, mau calonnya terpilih atau tidak terpilih,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan, Andi Miftah dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bone.
Menurutnya, masyarakat tidak paham mekanisme pilkada karena peserta sosialisasi hanya anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Anggarannya hanya untuk PPK dan PPS.
“Dan juga, adanya peraturan-pertauran baru yang muncul mendadak. Seperti, ada warga yang kehilangan KTP-nya, kemudian informasi dari KPU bahwa tidak boleh ke bilik suara, harus ngurus (KTP) dulu. Tapi pas hari H, muncul peraturan baru bahwa boleh memilih hanya KTP. Warga sudah malas dan terlanjur tidak ke bilik suara,” jelasnya.
“Pantarlih juga memasukkan data pemilih, warga yang sudah tidak ada di Bone atau merantau dan kemungkinan besar tidak memilih hingga data tidak akurat,” lanjutnya.
Begitu pula yang disampaikan ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bone.
Menurut Akbar, indikator tingkat pasrtisipasi pemilih juga turun karena kandidat calon bupati pelit dalam memberikan bingkisan hingga malas untuk pergi memilih.
“Itu tertanam dan menjadi kebiasaan pada masyarakat kita. Makanya, KPU dan Bawaslu harus mendoktrin masyarakat bahwa cara itu salah. Salah satu caranya harus massif adanya pendidikan politik yang langsung menyentuh masyarakat hingga lapisan bawah,” kuncinya.
Kegiatan tersebut dihadiri akademisi, organisasi kepemudaan, organisasi masyarakat, jurnalis.
(Redaksi ENews Indonesia)