ENEWS SELAYAR •• Ribuan Pendamping Lokal Desa (PLD) di Indonesia rencananya akan diberhentikan atau kontrak tak diperpanjang oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Terkhusu bagi mereka yang tetlibat politik praktis/berpartai.
Keputusan pemecatan secara sepihak ini menuai banyak komentar publik dan kekecewaan dari pendamping desa serta memicu kontroversi terkait hak pendamping desa untuk bekerja sekaligus berpartisipasi dalam politik.
Salah seorang PLD Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan, Ilmiahwan yang pernah mencalonkan diri pada pemilihan legislatif 2024 lalu menjelaskan bahwa bila mengacu pada aturan, tak ada pelanggaran yang ia lakukan terkait maju berkontestasi pada Pileg 2024.
“Tetapi setelah pergantian Kemendes baru, PLD sebagai eks caleg justru dipersoalkan. SK untuk perpanjang kontrak sudah diterbitkan dan nama saya salah satu yang bersyarat sesuai evaluasi kinerja (Evkin) termasuk yang diperpanjang kontraknya, apalagi saya salah satu PLD yang sudah bersertifikasi,” kata Ilmiahwan kepada ENews Indonesia, Senin (17/3/2025).
Menurutnya, pemecatan massal dengan alasan bahwa mereka mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilu patut dipertanyakan, mengingat (Tenaga Pendamping Profesional (TPP) bukanlah Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang secara tegas dilarang untuk terlibat dalam politik praktis.
“Pemecatan massal dengan alasan pencalegan merupakan tindakan yang tidak adil, berpotensi melanggar hak konstitusional kami sebagai warga negara yang berhak memilih dan dipilih dalam sistem demokrasi,” jelasnya.
Disampaikannya, pada bulan Januari-Februari dirinya tetap menjalankan tugas dan tanggungjawab selaku TPP PLD dengan mendampingi desa dampingan, giat melakukan sosialisasi program Kemendesa dalam menyukseskan ketahanan pangan dan program-program lainnya sesuai Prioritas Penggunaan Dana Desa.
“Meskipun gaji belum dibayarkan dengan keyakinan akan terbayarkan nantinya. Saya untuk melakukan aktivitas meskipun harus berutang BBM dan kebutuhan dapur untuk keluarga, saya tetap menjalankan tugas,” ujarnya.
Saat ini kata dia, ia menghidupi istri dan lima anak. Tentunya dengan berbagai keperluannya, harus putar otak agar semua keperluan dapat terpenuhi.
“Anak pertama kuliah, belum lagi anak ke-2 yang akan tamat SMK. Untuk meneruskan pendidikan anak -anak saya ke jenjang lebih tinggi seakan mustahil dan sirna dengan adanya kebijakan sepihak dari Kemendesa yang rencananya melakukan PHK kepada pendamping desa lokal desa termasuk di Sulsel sekira 75 orang,” katanya.
“Pemecatan dengan alasan pencalegan hanya akan semakin memperburuk kondisi kami, terutama yang sudah mengabdi bertahun-tahun dalam mendampingi desa,” tandasnya.
Sebelumnya, dikutip dari berbagai sumber, Kemendes PDTT menyampaikan, pemecatan secara sepihak oleh Kemendes PDTT ini bukan tanpa alasan. Hal ini alasannya;
1. Sejumlah pendamping desa tidak mengajukan Surat Permohonan Perpanjangan Kontrak Kerja (SPO) dan SPO ini merupakan syarat penting untuk melanjutkan kerja sama dengan Kemendes sebagai pendamping desa.
Jadi, bagi pendamping desa yang tidak mengajukan SPO, maka kontrak kerja otomatis tidak diperpanjang.
2. Terdapat pendamping desa yang mencalonkan diri sebagai anggota legislative.
Selain 2 alasan di atas, faktor anggaran juga menjadi salah satu alasan pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh Kemendes PDTT.
Sedangkan Kemendes PDTT mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp722 miliar. Akibatnya, pembayaran honor untuk para pendamping desa ini hanya bisa memenuhi untuk 10 bulan kerja saja.
Jurnalis: Muhammad Jufri
Editor: Abdul Muhaimin