Pemilu  

Partisipasi Pemilih di Bone Turun 37% pada Pilkada 2024

Foto: Ilustrasi pemilih di Bone. (Dok. Enews)

ENEWS PEMILU •• Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) telah berlalu. Meski hasil hitungan cepat beberapa lembaga telah diumumkan, Komisi Pemilihan Umun (KPU) belum mengumumkan pemenang resmi Pilkada 2024 kali ini.

Diketahui, dari rapat pleno daftar pemilih tetap (DPT) yang digelar KPU Bone pada Jumat (20/9/2024) lalu, DPT untuk Pilkada 2024 sebanyak 590.923 pemilih. DPT Pilkada meningkat 3.146 pemilih dibandingkan Pemilu 2024 lalu yang hanya 587.777.

banner 728x250

 


 

Meski demikian, dari data yang dihimpun Enews Indonesia, jumlah masyarakat Bone yang tidak menyalurkan hak pilihnya cukup signifikan, mencapai angka 37% lebih.

Hal itu diperoleh dari jumlah pemilih pada hasil hitungan cepat sebanyak 371.692 pemilih dengan DPT Bone sebanyak 590.923 pemilih. Terdapat 219.231 pemilih yang tak menyalurkan hak pilihnya.

Dari berbagai sumber yang dihimpun, alasan masyarakat yang tidak menyalurkan hak pilihnya dengan berbagai sebab. Diantaranya, terdapat ratusan nelayan di Kelurahan Bajoe yang pergi melaut.

“Sekira 100 lebih nelayan pergi melaut sekitar tanggal 26-27 November. Mereka takut kalau terlambat melaut, badai akan datang di bulan-bulan berikutnya,” ungkap Aco, salah seorang nelayan di Bajoe kepada Enews Indonesia, Kamis (28/11/2024).

Selain itu, beberapa masyarakat juga memilih apatis terkait penyaluran hak pilih pada Pilkada 2024 kali ini. Berbagai alasan pun diutarakan seperti bingung milih pemimpin yang menurutnya layak, siapapun bupatinya sama saja menurut mereka. Bahkan, beberapa yang acuh terkait penyaluran hak pilih ini.

Salah seorang pengamat politik di Kabupaten Bone, Andi Ardiman menjelaskan, tingginya angka Golput di Bone ini juga beriringan dengan fenomena yang terjadi di DKI Jakarta yang bahkan mencapai 46,95%.

Padahal kata dia, warga Jakarta tentu memiliki literasi Politik yang lebih mapan ketimbang warga di daerah-daerah.

“Turunnya partisipasi Politik masyarakat ini kemungkinan merupakan bentuk apatisme masyarakat yang kepercayaannya menurun atas penyelenggaraan Pemerintahan maupun kontestasi Politik secara umum, dengan praktik-praktik Politik yang nir-etik yang tak membangun,” terangnya kepada Enews Indonesia, Jumat (29/11/2024).

Ia menambahkan, Partai-partai Politik harus mengevaluasi diri, dalam fungsinya yang pun harus memaksimalkan pendidikan politik kepada seluruh lapisan masyarakat.

“Sebab implikasi dari menurunnya partisipasi masyarakat, tentu akan rawan terhadap legitimasi penyelenggaraan pemerintahan yang akan berjalan,” tandasnya. (Lee)

     

Tinggalkan Balasan