2 Kasus Berdarah di Bone Disebabkan Kata Tidak Sopan, Agamawan dan Budayawan: Jaga Lisanmu!

Ilustrasi. (Ist)

ENEWSINDONESIA.COM, BONE — Belum lama ini, publik dikagetkan dengan kasus seorang komandan tentara yang dibacok bawahannya karena kata “Monyet” yang dilontarakan sang atasan ke bawahannya tersebut saat upacara.

Sedangkan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dua kasus pembunuhan tragis menggemparkan masyarakat. Bahkan juga menjadi perhatian nasional. Kedua kasus tersebut diketahui karena kata-kata yang kurang sopan menurut para pelaku pembunuhan pada kasus tersebut.

   
 

Kedua kasus tersebut hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Bone. Berikut beberapa tanggapan dari beberapa tokoh masyarakat Kabupaten Bone.

1. Kasus dugaan poliandri maut di Desa Paccing

Dugaan poliandri berujung maut di Desa Paccing, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulsel melibatkan pelaku Jais Alias Sainuddin Bin Hadda dan korban Abrar Sulfiandi pada Minggu (20/08/23) Pukul 22.00 Wita lalu.

Di persidangan kasus tersebut terungkap bahwa penyebab pembunuhan itu bukan faktor memperebutkan Suriani. Melainkan, perseteruan antara Suriani dengan mantan suami terkait masa depan anak.

Abrar menginginkan agar, Suriani tinggal di kampung Desa Paccing, Kabupaten Bone untuk menyekolahkan anaknya. Mengenai biaya sekolah Abrar siap menanggung.

Namun karena mendapat kabar, bahwa Jais bersikeras ingin membawa Suriani kembali merantau. Abrar kemudian memberi peringatan kepada Suriani via sambungan telepon seluler.

Di akhir pembicaraan, Abrar diduga mengatakan dalam bahasa bugis, ‘ko lakkaimmu elo lokka, pessani jokka tilaco (Bahasa Kotor), pidanggi lakkaimmu tilacona’ (kalau suamimu yang mau pergi, biarkan ia pergi sendiri tilaco sampaikan suamimu tilacona”.

Mendengar ungkapan itu, Jais kemudian marah besar. Ia mengatakan kepada istrinya bahwa dia akan menyerang korban secara diam-diam. Suriani sempat menasehati dan meminta agar tidak melakukan aksi nekat.

Setelah mendapat nasehat dari Suriani, Jais kemudian memilih tidur. Pada Senin (21/08/23 pukul 03.00 Wita, Jais terbangun. Saat itu, Suriani sempat bertanya mau kemana, namun sang suami menjawab ingin buang air.

Bukannya buang air, Jais memilih duduk di depan pintu lalu merenungi kata-kata yang dilontarkan korban. Saat itu juga dirinya memutuskan mengambil parang lalu mendatangi lalu menghabisi korban yang sementara tertidur di rumah warga bernama, Hj Rosi.

2. Kasus pembunuhan Hj Dahliah di Jalan Ahmad Yani, Watampone

Kaharman alias Asho terduga pelaku pembunuh Hj Dahliah (63) berhasil diringkus tim Unit Reskrim Polres Bone yang diback up Resmob Polda Sulsel di Pimpin Kanit Resmob, Kompol Benny Pornika didampingi panit I Iptu Sunardi sekira pukul 11.00 Wita, Rabu (15/11/2023) malam tadi.

Diketahui bahwa kasus pembunuhan sadis tersebut terjadi pada Jumat (10/11/2023) lalu. Hj Dahliah ditemukan meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan dengan luka sayatan di beberapa bagian tubuh bahkan tangan kanan terputus.

Dari hasil introgasi polisi, terduga pelaku mengaku sakit hati terhadap kata-kata korban.

“Pelaku dikatai ‘Engkani pabbellengnge’ (si pembohong sudah datang. Red) saat terduga pelaku mencari Eka anak korban untuk membayar utangnya. Hal itu membuat pelaku merasa sakit hati hingga menghunus parang yang terselip di pinggangnya lalu mebacok korban membabi buta hingga tewas,” papar Plt Kasat Reskrim Polres Bone Iptu Adi Asrul saat gelaran konferensi pers di Mapolres Bone, Kamis (16/11/2023).

– Tanggapan pemerhati budaya

Salah seorang tokoh pemuda sekaligus pemerhati budaya di Kabupaten Bone, Andi Singkeru Rukka menjelasakan bahwa kasus tersebut menyangkut harga diri atau Siri.

“Kalau dibaca dari kronologinya, pelaku terjatuh di titian yang tipis tersebut.
Siri dapat menjadi energi besar motivasi hidup, bahan bakar yang tak pernah habis dan keunggulan kebudayaan kita, inilah yg menjiwai seluruh isi Pangaderengtta. Siri adalah keunggulanta yang tak banyak dipunyai peradaban yang ada di dunia,” terang Andi Singke, Jumat (17/11/2023).

Andi Singke menjelaskan, membangun kebudayaan atau pangadereng sangat sederhana, cukup dimulai dengan menata ucapan, memperbaiki kata-kata.

Pappuangeng Siri kehilangan maknanya jika berarti “malu”. Malu justru membuat kita tak termotivasi dan tak memberi energi sedikitpun bahkan malu membuat kita terkungkung. Siri sesuatu yg memberi energi untuk berbuat, termotivasi, mempertaruhkan bahkan dengan jiwa dengan segala yang kita miliki. Siri menjadi jiwa bagi seluruh kata, perilaku tindakan kita,” paparnya.

Engka pappaseng, ‘Aja mu matebbe ada, apa adae maega bettuanna, atutui toi lilamu apa iyatu lilae pawere-were’, yang artinya: Penting menjaga ucapanta, jika ucapan tersebut menohok harga diri, kehormatan orang lain artinya objek meresponnya sebagai Siri,” kata Andi Singke.

– Tanggapan tokoh agama

Salah seorang tokoh agama di Kabupaten Bone, Ust Abduh Aras, Lc menjelaskan bahwa keimanan akan menjaga seorang muslim dari keburukan lisannya.

Dikatakannya, pentingnya menjaga lisan tertuang dalam Al-Qur’an dan hadis. Lisan adalah ucapan yang keluar dari mulut. Pentingnya adab ini sangat perlu untuk diketahui. Sebab lisan diibaratkan pisau yang apabila salah dalam menggunakannya dapat melukai hati orang banyak.

الصمت حكمة وقليل فاعله”
Diam itu penuh hikmah, namun sedikit sekali orang yg mampu melakukannya,” jelas Ust. Abduh.

لكل مقال مقام ولكل مقام مقال”
Setiap ungkapan ada tempatnya (yang sesuai), dan setiap tempat ada ungkap (yang cocok),” lanjutnya.

Diterangkannya, Pentingnya menjaga lisan juga tertuang dalam Al-Qur’an pada surat An-Nisa ayat 144, yang berbunyi,

لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Artinya: “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa'[4]: 114).
Sementara dalam Al Hadis seperti pada hadis riwayat Al Bukhari yang menjelaskan bahwa keselamatan manusia tergantung pada lisannya. Sebagaimana Rasulullah SAW  bersabda:

سلامة الإنسان في حفظ اللسان

Artinya: “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (HR. al-Bukhari).

ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:

عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمردينك

Artinya: “Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad).

Bahkan dalam hadis juga dijelaskan terkait hukum seseorang yang tidak bisa menjaga lisannya, yakni:

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

Artinya: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988).

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Artinya: “Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”.

“Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut. Sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan,” pungkasnya. (Abdul Muhaimin)

banner 728x250    banner 728x250