Meta AI, Ancaman Serius Tenaga Kerja di Era Otomatisasi

Foto: Ketua Bidang Advokasi dan Pengabdian Masyarakat Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Akhwatul Fajri,

ENEWS MAKASSAR •• Di balik kemajuan pesat dunia teknologi, kehadiran Meta AI menawarkan beragam inovasi yang mengguncang dunia kerja. Meskipun kecerdasan buatan dari Meta menjanjikan efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi, dampak negatifnya terhadap tenaga kerja semakin terasa.

Penggunaan AI yang semakin meluas berpotensi mengancam ribuan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesenjangan keterampilan, dan memperburuk ketidaksetaraan ekonomi.



banner 728x250

Tanpa langkah mitigasi yang tepat, dunia kerja bisa terjerumus ke dalam krisis sosial dan ekonomi yang lebih besar.

Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Pengabdian Masyarakat Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Akhwatul Fajri, meskipun kemajuan teknologi seperti Meta AI membawa banyak manfaat, seperti efisiensi dan peningkatan produktivitas, dampaknya terhadap tenaga kerja harus dipertimbangkan dengan hati-hati.

Dikatakannya, Meta AI otomatisasi dapat mengancam banyak pekerjaan, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor-sektor yang mudah digantikan oleh mesin atau AI. Hal ini jelas menjadi tantangan besar, terutama di negara-negara dengan tingkat pendidikan atau keterampilan yang tidak merata.

“Namun, saya percaya bahwa teknologi tidak harus menjadi musuh bagi tenaga kerja. Jika kita mampu menyikapinya dengan bijak, dengan memperkuat sistem pendidikan dan pelatihan keterampilan yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman,” terangnya, Senin (10/3/2025).

Ia memaparkan, Meta AI bisa menjadi alat untuk menciptakan peluang baru, bukan hanya untuk menggantikan pekerjaan yang ada.

“Saya juga melihat pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan kebijakan yang mendukung transisi ini, seperti program pelatihan ulang dan jaminan penghasilan bagi mereka yang terdampak,” tuturnya.

Secara keseluruhan, meskipun ada risiko kehilangan pekerjaan kata Fajri, ia percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, Meta AI dapat dimanfaatkan untuk menciptakan jenis pekerjaan baru yang lebih bermakna dan relevan dengan kemajuan zaman.

Penggantian Pekerjaan: AI Mengambil Alih Ratusan Ribu Posisi

Sejak diluncurkannya teknologi AI oleh Meta, sejumlah sektor industri besar telah merasakan dampak otomatisasi yang sangat signifikan.

Dalam sektor layanan pelanggan, misalnya, AI yang dilengkapi dengan chatbots dan asisten virtual kini dapat menggantikan posisi manusia yang sebelumnya bertugas menjawab pertanyaan, mengelola keluhan, atau memberikan dukungan.

Data dari McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa sekitar 800 juta pekerjaan di seluruh dunia berisiko digantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030, dengan sektor layanan pelanggan dan administrasi menjadi yang paling terpengaruh.

AI juga menggusur pekerja di sektor manufaktur. Sebagai contoh, penggunaan robot cerdas di lini produksi dapat menggantikan pekerjaan pekerja manusia dalam kegiatan perakitan dan pengemasan barang.

Di Amerika Serikat, penelitian oleh Bureau of Labor Statistics mengungkapkan bahwa hampir 20% pekerjaan manufaktur berpotensi hilang akibat otomatisasi dan AI.

Bahkan, di Indonesia, sektor pabrik tekstil dan elektronik yang sebelumnya padat karya diprediksi akan mengalami pengurangan tenaga kerja hingga 30% dalam lima tahun ke depan.

“Kesenjangan Keterampilan”: Hanya yang Terlatih yang Bertahan

Namun, dampak dari Meta AI tidak hanya soal pekerjaan yang hilang. Kesenjangan keterampilan semakin menjadi ancaman besar bagi tenaga kerja di dunia profesional.

Dalam dunia yang semakin dikuasai oleh teknologi, hanya pekerja yang terampil dalam teknologi dan data yang akan bertahan. Menurut sebuah laporan dari World Economic Forum (WEF), 75 juta pekerjaan di berbagai industri global akan hilang pada tahun 2025 karena otomatisasi dan AI, namun di sisi lain,133 juta pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan teknologi akan tercipta.

Namun, kesenjangan keterampilan yang besar mengancam mereka yang tidak memiliki akses ke pelatihan atau pendidikan teknologi. Di Indonesia, banyak pekerja di sektor tradisional, seperti pertanian, perdagangan, dan manufaktur, yang kesulitan untuk beralih ke pekerjaan berbasis teknologi.

Sebuah survei oleh Indonesian Ministry of Manpower menyebutkan bahwa lebih dari 50% pekerja di sektor manufaktur dan konstruksi belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan kecerdasan buatan atau otomatisasi.

“Ketidaksetaraan Ekonomi”: Kesenjangan yang Semakin Lebar

Kehadiran Meta AI berisiko memperburuk ketidaksetaraan ekonomi yang sudah ada. Penggunaan AI memungkinkan perusahaan besar untuk mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan keuntungan, sementara pekerja dengan keterampilan rendah atau mereka yang terjebak dalam pekerjaan tradisional akan semakin terpinggirkan.

Perusahaan-perusahaan besar seperti Amazon dan Google menggunakan AI untuk mengoptimalkan rantai pasokan, meningkatkan penjualan,dan mengurangi ketergantungan pada pekerja manusia.

Ini mengarah pada akumulasi kekayaan yang lebih banyak di tangan segelintir pihak, sementara jutaan pekerja tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak.

Studi oleh *OECD* menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat adopsi teknologi tinggi, seperti Amerika Serikat dan Jepang, akan merasakan dampak positif dalam hal pertumbuhan ekonomi.

Namun, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, akan menghadapi risiko meningkatnya pengangguran dan ketidaksetaraan yang lebih tajam jika tidak ada upaya sistematis untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja. *Laporan UNDP* mencatat bahwa sekitar 35% dari tenaga kerja di Asia Tenggara berisiko kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi, yang berpotensi mempengaruhi lebih dari 100 juta orang.

“Ketergantungan Berlebih pada AI”: Risiko Kehilangan Keputusan Manusia

Satu lagi ancaman besar yang datang dari penggunaan *Meta AI* adalah ketergantungan yang berlebihan pada teknologi, yang dapat menyebabkan hilangnya nilai manusia dalam dunia kerja. Ketika perusahaan mengandalkan AI untuk mengelola hampir semua proses operasional, manusia mungkin kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan kritis atau berinovasi. Ketergantungan ini bisa merugikan industri jangka panjang, karena teknologi tidak dapat menggantikan kreativitas atau kepekaan emosional yang dibutuhkan dalam beberapa pekerjaan, terutama yang berhubungan dengan seni, humaniora, atau pekerjaan yang melibatkan interaksi sosial.

Dalam beberapa kasus, kegagalan sistem AI yang tidak terdeteksi bisa menyebabkan kerugian besar.Misalnya, dalam sektor kesehatan, AI yang digunakan untuk diagnosis atau keputusan medis dapat membuat kesalahan jika data yang diproses tidak akurat atau terdistorsi.

Oleh karena itu, terlalu bergantung pada AI bisa menyebabkan pengurangan pengawasan manusia,yang sangat berbahaya di bidang-bidang tertentu.

“Menyongsong Masa Depan”:
Mengatasi Dampak Buruk Meta AI

Untuk menghindari dampak negatif yang semakin parah, langkah-langkah nyata harus diambil oleh pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.

Di antaranya, adalah pelatihan ulang tenaga kerja agar mereka dapat beradaptasi dengan dunia kerja yang semakin digital dan berbasis teknologi. Pemerintah perlu menyiapkan program pendidikan teknologi yang dapat diakses oleh semua kalangan, terutama pekerja yang berada di sektor-sektor yang terancam oleh otomatisasi.

Selain itu, perusahaan juga harus berperan aktif dalam mengurangi dampak sosial dari otomatisasi.

Implementasi sistem jaminan sosial dan kebijakan berbasis inklusi harus didorong agar tenaga kerja yang terdampak oleh AI dapat memperoleh akses ke pekerjaan baru atau pelatihan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan industri yang terus berkembang.

Penulis: Ketua Bidang Advokasi dan Pengabdian Masyarakat Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Akhwatul Fajri.



   

Tinggalkan Balasan