ENEWS, MAJENE •• Pengelolaan parkir di RSUD Majene, Sulawesi Barat disorot swjumlah pihak, dinilai tidak transparan dan berpotensi mengurangi pendapatan rumah sakit dari sektor retribusi.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Majene dr Yupie Handayani, yang baru diangkat kini didesak untuk segera mengevaluasi tata kelola parkiran rumah sakit.
Pasalnya, muncul dugaan bahwa area parkir dikelola oleh seorang koordinator yang bukan merupakan bagian dari struktur Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD.
Dari informasi yang dihimpun, Koordinator Parkir tersebut mengklaim mengantongi Surat Tugas yang dikeluarkan oleh Plt Direktur sebelumnya.
Namun, legalitas dan efektivitas surat tersebut dipertanyakan. Selain statusnya sebagai nonpegawai, kompetensi koordinator parkir itu dalam menjalin kerja sama resmi dengan institusi layanan publik juga menuai kritik.
“SK (Surat Keputusan) atau surat tugas itu seharusnya otomatis dievaluasi bahkan dibatalkan karena dikeluarkan oleh pejabat lama yang masa jabatannya sudah berakhir. ujar salah satu staf internal RSUD yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan, Senin (16/6/2025).
Diketahui, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 Tahun 2018 tentang BLUD, setiap unit kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD wajib menyusun dan melaporkan pendapatan dan belanja secara akuntabel dan transparan, termasuk pendapatan dari sektor pendukung seperti parkir.
“Kalau parkirnya dikelola orang luar tanpa kontrak resmi, tidak ada pemungutan retribusi sesuai aturan, lalu uangnya sebagian masuk ke mana? Ini patut dicurigai sebagai bentuk pembiaran sistemik,” tambahnya
Pengelolaan area parkir difasilitas publik seperti RSUD sejatinya tunduk pada sejumlah regulasi penting, antara lain;
1. Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah – mengatur sistem pengelolaan keuangan fleksibel namun akuntabel bagi unit pelayanan daerah, termasuk RSUD;
2. Peraturan Daerah (Perda) tentang Retribusi Jasa Umum – biasanya memuat ketentuan tarif parkir dan mekanisme pemungutan yang sah dan harus masuk ke kas daerah atau rekening BLUD;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit – mengamanatkan pengelolaan rumah sakit secara profesional dan sesuai prinsip tata kelola yang baik;
4. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait pengelolaan keuangan dan aset daerah oleh perangkat daerah.
Ia menegaskan, kika terdapat pungutan oleh pihak luar tanpa dasar kontrak kerja sama atau penunjukan resmi, maka hal tersebut berpotensi melanggar prinsip pengelolaan keuangan negara dan bisa masuk dalam ranah hukum pidana, seperti diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya dalam hal penyalahgunaan kewenangan atau penggelapan pendapatan daerah.
Selain itu, sejumlah tokoh masyarakat dan internal rumah sakit mendesak Plt Direktur RSUD Majene yang baru untuk melakukan evaluasi total terhadap pengelolaan parkiran, termasuk mencabut surat tugas koordinator lama dan memproses pengelolaan parkir melalui sistem BLUD secara resmi.
“Ini rumah sakit daerah. Harus dikelola secara terbuka, bukan dibiarkan dimanfaatkan oleh segelintir oknum. Parkir itu potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) juga,” ujar salah seorang warga seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Banggae.
Sementara itu, pihak manajemen RSUD Majene hingga berita ini diturunkan belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan kebocoran retribusi dan posisi koordinator parkir yang saat ini masih beroperasi.
Langkah tegas dan cepat kini berada di tangan Plt Direktur RSUD Majene. Masyarakat menanti komitmen baru dalam membenahi tata kelola rumah sakit yang semestinya menjadi pusat pelayanan publik, bukan lahan eksklusif kelompok tertentu.
(Arfan Renaldi)