Oleh: Muhammad Khoidir, S. Pd
Makassar, Sabtu (3/12/2022)
Diskriminasi
Tidak ada orang yang bisa memilih lahir dari keluarga mana; tidak ada orang yang dapat memilih lahir dengan warna kulit apa; tidak ada orang yang dapat memilih lahir di bangsa mana dan menggunakan bahasa apa.
Semua manusia ujuk-ujuk lahir. Jika anda kebetulan lahir di keluarga kaya atau bangsawan, maka ketahuilah sesungguhnya tidak pernah ada prestasi yang kau miliki sebelumnya sehingga kamu dilahirkan dari keluarga kaya atau bangsawan.
Jika anda lahir dari keluarga miskin, maka ketahuilah sesungguhnya tidak pernah ada dosa yang kamu perbuat sehingga kamu dilahirkan dalam keluarga miskin.
Semuanya ujuk-ujuk lahir di dunia dengan identitas dan kondisi yang mau tidak mau harus diterima. Olehnya dengan lasan itu tidak ada seorang dalam strata sosial yang mempunyai kedudukan tinggi mengalahkan yang lain. Perbedaan itu hanya itu memudahkan kita saling mengenal.
Demikian juga dengan kondisi fisik. Adakah orang yang lahir dengan keadaan tubuh normal pernah memiliki prestasi sehingga dia dilahirkan demikian?
Sebaliknya adakah seorang yang lahir dengan kondisi tubuh tidak sempurna memiliki dosa sehingga dilahirkan dengan kondisi fisik difabel?
Semuanya ujuk-ujuk lahir. Oleh sebab itu, perlu direnungkan tidak ada alasan untuk merasa tinggi dan mendiskriminasi para difabel dengan alasan apapun, inklud dengan para disabel.
Diskriminasi tidak hanya bisa dilakukan oleh masyarakat, melalui bentuk bulliying atau menghilangkan keterlibatan bagi para disabel.
Pemerintah juga bisa menjadi pelaku diskriminasi dengan melalui public policy yang tidak mengakomodir satu group dalam masyarakat. Kebijakan publik harusnya diperuntukkan kepada semua masyarakat, tidak mengalineasi satu group dalam masyarakat.
Demikianlah tujuan bangsa ini dibentuk,
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Frasa “segenap bangsa Indonesia” mengisyaratkan bahwa kebijakan tidak hanya difokuskan pada kelompok yang banyak melakukan tekanan kepada pemerintah atau kelompok yang berikan sumbangsi pemilih yang banyak bagi Pemimpin yang telah terpilih, namun sebaliknya kepada seluruh masyarakat inklud dengan para disabel.
Pemenuhan Hak Disabilitas dalam UUD NRI 1945 dan HAM.
Hukum dibuat atas dasar melindungi yang lemah dari pemotongan atas hak-haknya. Thomas Hobbes mengatakan “homo homini lupus” atau manusia sebagaimana serigala yang memangsa serigala lainnya.
Ini manggambarkan naluri manusia untuk mengekspansi manusia lain. Dahulu, mengekspansi manusia dilakukan melalui kekuatan, siapa yang lemah maka akan menindas yang kuat.
Melihat keadaan yang penindasan ini maka dibentuklah kontrak sosial yang bentuknya adalah kumpulan norma yang membatasi langkah orang-orang atau sekolompok orang yang berpotensi menindas yang lebih lemah darinya.
Juga dalam tujuan untuk melindungi hak-hak yang lemah agar tidak dirampas oleh yang kuat. Yang lemah disini, bukan hanya yang lemah dalam kekuatan politik namun juga yang lemah dalam hal fisik.
Penghapusan perlakukan diskriminasi kepada para disabel telah digalang sebagai satu gerakan global yang harus diadopsi oleh tiap-tiap negata melalui perbuatan hukum pemerintah.
Dunia sudah cukup belajar bagaimana kehidupan sulit yang dialami oleh penyandang disabilitas. Sebagaimana saya telah paparkan diatas, dengan tanpa dosa apa-apa ujuk-ujuk mereka dilahirkan dalam keadaan disabel.
Keadaan itu berakibat pada pengucilan dari masyarakat umumnya. Keadaan itu dia alami sepanjang hayatnya. Mulai kecil hingga dewasa mereka tumbuh dengan perlakukan yang dibedakan oleh masyarakat.
Itu tidak boleh terjadi lagi kedepannya di manapun negara di muka bumi ini. Kristalisasi dari keinginan itu dituangkan dalam Konvensi tentang Hak-hak penyendang Disabilitas atau Convention on The Rights of Persons With Disabilities.
Dalam konvensi itu ditekankan bahwa “universality, indivisibility, interdependence and interrelatedness of all human rights and fundamental freedoms and the need for persons with disabilities to be guaranteed their full enjoyment without discrimination” (universalitas, ketidakterpisahan, saling ketergantungan dan keterkaitan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dan kebutuhan penyandang disabilitas untuk dijamin kenikmatan penuhnya tanpa diskriminasi).
Pemenuhan hak setiap orang di Indonesia dengan tanpa dibeda-bedakan telah dijamin dalam UUD NRI 1945 Pasal 28D “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Equality before the law atau semua orang sama dihadapan hukum merupakan asas yang tidak boleh dikesampingkan dalam setiap tindakan hukum pemerintah.
Prinsip-prinsip ini kemudian telah diregulasikan oleh negara dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Salah satu tujuan dibentuknya UU 8/16 yakni “mewujudkan penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara penuh dan setara”.
Pendidikan yang Dicita-citakan
Pendidikan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur merupakan salah satu tujuan negara Indonesia ini dibentuk. Ini termaktub dengan jelas dalam pembuakaan UUD NRI 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Memahami mencerdaskan kehidupan bangsa harus beserta sifat pendidikan yang dilukiskan dapat kita amati dalam pensifatan setelahnya “yang mendeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Dalam pensifatan itu jelas apa yang dikehendaki dari pendidikan Indonesia.
Pendidikan yang merdeka, pendidikan yang memerdekakan. Pendidikan hakikatnya adalah sarana pengembengan diri agar potensi yang dimiliki oleh manusia betul-betul bisa diekspresikan dengan merdeka.
Konsep ini berupaya diterapkan dewasa ini, yakni dengan konsep pendidikan merdeka yang sedang dalam tahap proses pemerataan di seluruh tingkatan sekolah di Indonesia.
Pembelajaran model bangkir adalah model yang ditolak kelas oleh pendidikan yang merdeka. Pembelajaran model bangkir menempatkan peserta didik sebagaimana celengan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa celengan adalah benda yang tidak punya kuasa untuk menolak uang yang ditabung didalamnya.
Jika si penabung menabung Rp. 100 maka dia harus menerima. Dia tidak punya berhak untuk mambantah.
Pendidikan yang bersatu, bermakna pendidikan yang mempersatukan. Pendidikan dijadikan sebagai alat dalam upaya untuk melakukan integrasi bangsa dan mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.
Dalam prespektif ini, pendidikan adalah upaya menanamkan pengetahuan kepada peserta didik akan persatuan. Ini penting sebab persatuan adalah langkah awal untuk eksis dalam kontestasi global.
Bagai tim sepakbola, tim ini hanya akan menang dalam persaingan antar tim hanya apabila dia memiliki persatuan yang baik. Pesersatuan ini diwujudkan dalam bentuk kekompakkan dan menghindari unsur yang memungkin kita berpecah belah.
Bukan tanpa alasan, gerakan persatuan didahulukan sebelum lainnya. Kita bisa lihat dalam sejarah Indonesia, mulai lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda dan yang lainnya. Yang semua itu berujung pada pembentukan negara Indonesia.
Pendidikan yang berdaulat, bermakna Pendidikan yang memiliki otonomi. Lembaga pendidikan harusnya memiliki otonomi dalam pengambilan kebijakan, tidakn terpaku pada kebijakan dari atas yang kadang jauh dari kesiapan sumber daya dan jauh dari kemampuan peserta didik.
Lembaga pendidikan yang tidak berdaulat, hanya akan menjadi menciptakan hasil yang bohong dan kepura-puran seakan program terlaksana.
Ini akan lebih para jika dibuat sebuah standar yang ditetapkan sebagai penilaian mana sekolah yang baik dan mana yang kurang baik.
Bagi penulis, biarkan saja sekolah diberikan independensi dalam mengajarkan peserta didik. Dengan begitu pengajar akan betul-betul bisa eksplor pengetahuan yang dimiliknya dengan melihat kondisi sosial-budaya dan kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ini akan menghasilkan pendidikan yang betul-betul aplikatif, betul-betul bisa dijadikan sebagai modal dalam menghadapi tantang yang hidup ditengah masyarakat.
Pendidikan yang adil, bermakna mencerdaskan kehidupan bangsa harus dilaksanakan secara berkeadilan. Pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang; bukan hanya yang punya budget saja, bukan hanya golongan tertentu saja, bukan hanya normal kondisi fisiknya saja.
Kondisi yang sekarang, dimana hanya orang yang memiliki budget saja yang bisa masuk lembaga pendidikan untuk mengakses pengetahuan dan kondisi dimana hanya diperkotaan saja yang memiliki fasilitas pendidikan yang baik sangatlah bertentangan dengan pendidikan yang bekeadilan.
Pendidikan yang makmur, bermakna pendidikan dilaksanakan dalam keadaan makmur. Makmur bukan berarti kaya, bukan sebuah keadaan yang berkelimpahan harta.
Makmur adalah keadaan serba kecukupan atau tidak kekurangan. Seorang tidak bisa berkonsentrasi untuk berinovasi sebagaimana pendidikan yang merdeka jika masih perlu berpikir apa yang akan dimakan besok dan apa yang akan diminum besok.
Dalam rangka menciptakan generasi penerus bangsa yang inovatif dan mampu melahirkan solusi bagi tantangan di masa depan, perlu diciptakan bagaimana mungkin kondisi peserta didik betul betul fokus mencari dan menciptakan ilmu pengetahuan.
Hak Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas.
Semua warga negara mempunyai hak yang sama sebagai warga negara namun memfasilitasi pemenuhan hak itu yang berbeda. Dalam hal kaitannya dengan disabilitas, negara harus berimbang dalam memperlakukan warga negara yang tidak mengalami disabilitas dengan warga negara yang mengalami disabilitas.
Mengapa? Sebab negara dibentuk untuk segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia, baik yang mayoritas ataupun yang mayoritas.
Juga dalam pasal 28C ayat (1) menerapkan frasa “setiap orang”, yang bermakna setiap insan.
Pemenuhan hak ini diwujudkan oleh pemerintah dalam dua jalur yakni pendidikan inklusi dan pendidikan khusus. Pada titik ini, penulis memiliki pandangan yang berbeda.
Penulis lebih berpendapat bahwa baiknya apapun gejala disabilitasnya, selama masih mampu menyerap ilmu pengetahuan, disatukan di dalam satu sekolah dengan masyarakat umumnya.
Jadi tidak dibuat satu sekolah khusus yang terpisah bangunannya dengan sekolah umum untuk orang-orang yang mengalami disabilitas.
Yang penulis maksudkan dengan selama masih mampu adalah dengan rekomendasi dokter dan/atau psikiater bahwa tingkat disabilitasnya tidak akan melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Beberapa alasan mengapa penulis berpendapat demikian adalah sebagai berikut:
Mengelompokkan anak-anak yang disabilitas di satu sekolah itu akan mematikan mental mereka di dalam berinteraksi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan adalah sarana pengambilan informasidalam rangka menciptakan kebebasan mengekspor bakat dari peserta didik. Sedang pengukungan di dalam satu kelompok itu akan membuat mereka merasa berbeda.
Anak-anak yang normal secara fisik saja, jika diisolasi dalam satu sekolah sendiri lama-kelamaan akan merasa jatuh mentalnya dan sebagai bagian terbawah dalam masyarakat yang sesungguhnya tidak pantas dilahirkan.
Terlebih ini dilakukan kepada anak-anak yang kekurangannya bisa dilihat secara langsung. Mereka akan melihat bagian tubuhnya, kemudian membandingkan dengan anak-anak yang lain. Ini akan membunuh bakat anak-anak disabel bahkan sebelum mereka mengembangkannya.
Menerapkan pendidikan inklusi memberikan kemudahan penanaman karakter toleransi terhadap perbedaan fisik.
Timbulnya diskriminasi terhadap orang-orang yang menderita disabilitas sesungguhnya berawal dari pemisahan sekolah umum dan sekolah luar biasa.
Salah satu kesulitan di sekolah untuk menanamkan penghargaan terhadap orang-orang yang berbeda secara adalah karena mereka tidak terbiasa melihat dan berinteraksi orang-orang penyandang disabilitas.
Para penyandang disabilitas harus diperlakukan setara meskipun pendistribusiaanya berbeda.
Bukan hanya pada penanaman engetahuan namun juga penanaman mental dal berinteraksi dan mengekspor bakat mereka dihadapan publik. Tidak boleh mereka menjadi homo sake, yang seorang warga negara yang dikecualikan pemenuhan haknya oleh negaranya sendiri.
Untuk menutup tulisan ini, penulis ingin mengingatkan bahwa pelangi yang indah muncul setelah datangnya badai, bukan setelah cuaca cerah.
Memang perlu ini dilakukan. Diskriminasi terhadap para penyendang disabilitas berawal dari sistem pendidikan yang mengalineasi mereka
Saya pikir pendidikan inklusi ini perlu lebih disosialisasikan dan pemberian pendidikan langsung kepada guru, sekolah, orang tua dan bahkan peserta didik.