ENEWSINDONESIA.COM, MAKASSAR – Menanggapi kasus perampasan lahan adat di Kepulauan Aru, Maluku, mahasiswa yang tergabung dalam Konfederasi Mahasiswa Melanesia Makassar melakukan aksi unjuk rasa di bawah Fly Over, Makassar, Senin (22/11/21) kemarin.
Mahasiswa menggugat tanah adat yang berdasarkan keputusan hakim Pengadilan Negeri Dobo, Maluku dalam permasalahan sengketa tanah adat masyarakat adat Merafenfen yang luasnya 689 hektar yang diklaim oleh Pemerintah setempat juga TNI AL untuk membangun lapangan terbang.
“kami menggugat kepada pemerintah melalui DPR RI, lembaga eksekutif untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang sampai saat ini masih dalam tumpang-tindih, serta hentikan keterlibatan TNI AL diranah sipil dan hentikan segala bentuk teror dan intimidasi terhadap masyarakat adat,” Tegas GR, salah satu peserta aksi yang disamarkan namanya kepada jurnalis enewsindonesia.com, selasa (23/11/21).
Dari tahun ke tahun, sejak tahun 1991 masyarakat Adat Merafefen mulai terusik dengan kehadiran TNI AL di tanah adat Merafenfen untuk mengklaim lahan adat yang menurut masyarakat adat bahwa tanah itu merupakan warisan ke generasi dari nenek moyang mereka. Namun TNI AL datang dan memasang patok seenaknya untuk membangun fasilitas militer .
“Duka itu berlanjut di tahun berikutnya, tahun 1992 TNI AL dengan menggunakan pakaian dinas dan persenjataan lengkap mendatangi masyarakat adat Merafenfen dengan membawa secarik kertas untuk ditandatangani oleh kepala desa Merafenfen tanpa penjelasan apapun,” lanjutnya.
Kehadiran TNI AL dan merampas tanah adat ini jelas merisaukan masyarakat adat setempat. Masyarakat adat tidak membutuhkan pembangunan mewah dan fasilitas militer untuk hidup, masyarakat adat hanya membutuhkan lahan untuk mereka kelola dan melangsungkan kehidupan.
“Kemarin masyarakat adat di Kinipan ditangkap karena membela dan mempertahankan hutan adatnya, di Kabupaten Bulukumba juga terjadi demikian perusahan swasta datang dan merampas lahan masyarakat, hari ini kasus serupa terjadi pada masyarakat adat Merafenfen di kepulauan Aru Maluku,” pungkasnya.
Tentunya perampasan lahan atau perampokan lahan ini akan terus terjadi di Indonesia jika pemerintah membiarkannya. Mungkin banyak kasus perampasan tanah adat di berbagai penjuru negeri di Indonesia yang belum sempat terungkap.
“Saya heran sama pemerintah saat ini lebih mengutamakan kekayaan investor asing dan pembangunan yang tidak berguna bagi masyarakat dan merusak lingkungan hidup dari pada masyarakatnya sendiri,” tutupnya.
Andi Akbar