Enewsindonesia.com, Mamuju : DPRD Mamuju menilai rencana kerja (renja) yang diusung Organisasi Perangkat Daerah (OPD) minim referensi data.
Menurut Anggota Komisi II DPRD Mamuju, Imran AB, selama ini Pemkab Mamuju berpedoman pada data mikro Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) 2015. Tetapi hingga kini data belum diperbarui alias update.
Pemerintah kemudian berupaya melakukan updating data SIPBM di 52 desa. 41 desa dibina Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Mamuju dan 11 desa melalui NJO Jerman Friedrich Ebert Stiftung (FES) di 11 desa.
“Tetapi data itu masih berproses. Data itu baru bisa dijadikan acuan di 2020 mendatang. Jadi belum ada data yang komprehensif dan terintegralistik sebagai pedoman,” beber Imran, Sabtu 23 November 2019.
Akibatnya, legislator kerap terkendala ketika menyelisik Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD. Bukan mencari kesalahan eksekutif, tetapi data itu jadi instrumen penting dalam menyusun renja. Kualitas dan maksimalisasi renja bergantung pada data. Sekaligus, menghindari gelontoran anggaran yang sia-sia.
“Data itu penting, untuk mengevaluasi apakah renja tahun berjalan terimplementasi maksimal atau tidak,” sebutnya.
Hal senada dilontarkan Anggota Komisi II DPRD Mamuju, Febrianto Wijaya. Ia mengungkapkan penggaran OPD tidak mengacu pada data. Akibatnya, pemerintah tidak bisa menyelisik sejauh mana reliasasi penganggaran instansi.
“Sehingga kita tidak bisa ukur, apakah uang rakyat yang dialokasikan sesuai target atau tidak,” ketus Febrianto.
Sekretaris Bappepan Mamuju, Khatmah Ahmad menjelaskan, desa yang melakukan updeting data SIPBM. Tetapi tak semua desa sadar untuk melakukan pendataan. Olehnya pemerintah menstimulasi melalui perbup. Termasuk mengalokasikan Dana Desa (DD) untuk melakukan updeting data.
“Mindset kepala desa tidak sama. Ada yang pro ke data, ada juga yang tidak. Harapan kita dengan updeting data saat ini, desa lain bisa tergugah. Kemudian secara mandiri melakukan pendataan,” imbuh Khatmah.