Mamuju  

Bercocok Tanam, Alasan Bertahan Di Pedalaman

Enewsindonesia.com, Mamuju – Warga transmigran bertahan hidup dengan cara bercocok tanam. Hasilnya bisa saja dijual, jika saja aksesnya mudah dan dekat. Sebaliknya, banyak warga transmigran yang sudah meninggalkan tanah subur di Kecamatan Kalukku itu.

Puluhan anggota dari berbagai komunitas menempuh perjalanan selama tiga jam berangkat dari Poros Trans Sulawesi memasuki setapak menjurus ke timur, mendaki hingga ke ketinggian 300 kaki, tepatnya di Bukit Marano, Sabtu 21 Desember.



Bukit Matano tersebut memiliki nama UPT Marano sejak ditetapkan sebagai daerah transmigran puluhan tahun silam. Ratusan warga transmigran masih bertahan, namun terlihat beberapa rumah dengan atap yang roboh serta papan mulai rapuh. Itu rumah yang ditinggalkan penghuninya.

Daerah dingin itu memiliki hara tanah yang subur. Beberapa diantara mereka memilih bertahan hidup dengan bercocok tanam, atau mengemabangkan sektor pertanian berbekal lahan yang diberikan melalui program transmigrasi.

Salah seorang warga, Daeng Ngeri mulai menyebutkan hasil dari berkebun, mulai menanam Kopi, buah-buahan seperti Durian dan Markisa. Salah satu buah yang paling laku itu adalah Alpukat. Harganya lumayan,”Ini mi semua kita tanami disini menjadi penghasilan sehari-hari,”

Berbeda halnya buah Markisa, bikin rugi katanya. Kadang jika sudah jengkel, ia tidak hanya mengabaikan tanaman Markisa itu, justru ia memilih menebang pohonnya setelah sadar tidak akan ada pembeli yang menembus akses yang sulit menuju Marano.

Jika mengandalkan buah Alpukat untuk dikembangkan di lahan perkebunannya. Dijual dengan harga murah jika pembelinya langsung ke lahan perkebunan. Tetapi jika dijual ke kota, harganya bisa Rp. 18.000 hingga Rp24.000 per kilogram.

Warga lainnya, Ahmad lebih tertarik mengembangkan buah durian. Dia menanam jenis Durian Oton. Itu juga banyak diminati dari luar daerah, bahkan biasa ada yang memesan. Hanya saja hasil yang didapatkan secukupnya, kembali lagi karena persoalan akses.

Sebab itu, ia berharap pemerintah memberikan perhatian akses menuju UPT Marano. Paling tidak tanah yang subur di daerah tersebut menjadi alasan dikucurkannya bantuan dalam hal memperlancar akses jual-beli.

Dari penjelasan kedua warga itu, adalah jawaban mengapa sebahagian warga meninggalkan daerah itu. Sebanyak apapun hasil perkebunan mereka tak akan bisa bernilai rupiah tanpa dukungan akses.

Lanjutnya, mungkin hasil berkebun cukup untuk kebutuhan konsumsi namun hidup tidak selamanya makan. Masih ada keperluan lain seperti sandang, termasuk papan agar bisa tidur nyaman tanpa kuatir kebocoran atap. (*)

banner 728x250

banner 728x250

     

Tinggalkan Balasan