Oleh: Ashar Hasanuddin
ENEWSINDONESIA.COM, OPINI – Pembangunan merupakan upaya untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan bukan hanya berkaitan dengan sarana dan prasarana namun juga termasuk pengembangan potensi dan kemampuan manusia demi melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tingkat pembangunan yang baik akan berdampak terhadap taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat begitupun sebaliknya. Jika ditinjau dari aspek sosialnya taraf pembangunan baru bisa dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan kesejateraan masyarakat yang merata dan setara untuk seluruh golongan masyarakat baik golongan atas, menengah, maupun kebawah.
Indonesia sebagai Negara demokrasi mendasarkan kedaulatanya terhadap rakyatnya, keseluruhan penyelenggaraan Negara dilakukan oleh rakyat dan manfaatnya ditujukan kepada rakyat pula begitupun dengan pembangunan. Pembangunan yang baik dalam suatu negara tentu bersandar akan kualitas manusia yang mampu menciptakan terobosan serta melahirkan ide-ide yang baik untuk pembangunan. Maka dari itu, untuk menciptakan suatu ide-ide Pembangunan yang baik harus ditopang oleh suatu landasan yang baik pula. Dengan demikian keselarasan akan pembangunan yang merata bisa diwujudkan melalui pengimplementasian landasan yang menjadi acuan dalam melakukan pembangunan.
Pasal 36 A UUD Tahun 1945 menegaskan bahwa “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Secara umum menjelaskan dasar Negara yang dimiliki oleh Negara Indonesia yaitu pancasila, dengan dibekali semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai identitas Negara yang bersifat multicultural. Pancasila sebagai paradigma pembangunan mempunyai beberapa kedudukan diantaranya sebagai cita-cita bangsa. Cita-cita yang dimaksud telah tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Alinea ke IV yakni, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan social. Selain sebagai cita-cita bangsa pancasila juga disebut sebagai dasar bagi bangsa dan Negara yang dikenal dengan istilah Philosophy Grondslagh.
Sejarah panjang menunjukkan perjalanan pancasila sebagai dasar negara dimulai sejak perumusan sampai pada penetapnnya. Perumusan dasar negara dilakukan oleh beberapa tokoh besar bangsa Indonesia yakni Moh. Yamin dengan Usulanya (Peri Kebangsaan, Peri kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, Kesejateraan Rakyat), lanjut usulan Mr. Soepomo (Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin, Musyawarah, Keadilan Sosial) dan yang terakhir usulan Ir. Soekarno berkaitan dengan dasar Negara yang diberi nama Pancasila yaitu memuat (Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Peri Kemanusiaan), Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan) yang selanjutnya diperas menjadi konsep Trisila dan Ekasila yaitu Gotong Royong, sedankan isi dari Trisila Ialah Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, Ketuhanan.
Berdasarkan usulan yang telah dirumuskan oleh beberapa tokoh dalam sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 mei-1 juni 1945 akhirnya diputuskan untuk membentuk panitia Sembilan yang dikertuai oleh Ir. Soekarno yang bertugas untuk mensintesiskan rumusan dasar negara. Pada tanggal 22 juni 1945 panitia Sembilan berhasil menyelesaikan tugasnya dan disepakati rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila ialah: 1. Ketuahanan dan kewajiban menjalanan syariat islam bagi para pemeluk-pemeluknya, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipinpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, 5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, rumusan pancasila oleh Panitia Sembilan mengalami perubahan pada sila pertama, perubahan tersebut di prakarsai oleh Moh. Hatta dengan alasan bahwa perjuangan bangsa indonesia diprakarsai oleh banyak agama bukan hanya agama islam saja. Usulan tersebut disepakati dan Adapun hasil perubahannya ialah 1. Ketuhanan yang maha esa, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3 Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipinpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perkilan, 5 keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia. Rumusan tersebut akhirnya disepakati dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan selanjutnya naskah rumusan dasar Negara yang sebelumnya dirampungkan oleh panitia Sembilan disebut dengan Piagam Djakarta (jakarta charter) yakni pada tanggal 22 Juni 1945. Untuk mengenang sejarah panjang perjalanan pancasila maka diperingati hari lahir pancasila pada Tanggal 1 Juni Melalui Kepres No. 24 Tahun 2016 dengan alasan bahwa pidato pertama Ir. Soekarno berkaitan dengan rumusan dasar Negara yang diberi nama Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945.
Dengan disahkannya pancasila sebagai dasar Negara maka dengan sendirinya memberikan peligitimasian kepada Pancasila sebagai landasan dalam menjalankan roda kenegaraan termasuk perihal pembangunan dari segala bidang. Nilai-nilai yang ada dalam pancasila harus menjadi nafas dari segala aktifitas kenegaraan maupun masyarakat seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan (musyawarah mufakat) dan nilai keadilan.
Penerapan nilai pancasila secara sepenuhnya pernah diterapkan dalam pembangunan di bidang politik pada masa pemerintahan Soeharto dengan menjadikan pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh partai politik maupun ormas melalui Ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1978, ketetapan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat rezim kepemimpinanya, melemahkan ideology lain yang hidup di Indonesia seperti halnya ideology liberalisme dan memperkuat stabilitas nasional sehingga mewajibkan seluruh ormas dan partai politik harus menjadikan pancasila sebagai asasnya, penolakan terhadap asas tunggal pancasila tersebut dianggap sebagai bentuk penghianatan kepada bangsa indonesia.
Pada tahun 1998 asas tunggal pancasila dicabut berdasarkan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 Tentang Pencabutan Pancasila sebagai Asas tunggal dengan alasan dianggap bertentangan dengan Pasal 28 E Ayat 3 UUD 1945 mengenai hak asasi manusia berkaitan dengan kebebasan berserikat dan berkumpul yang harus dijamin oleh Negara serta untuk memperkuat demokratisasi sehingga, memperbolehkan ormas ataupun partai politik memiliki asas diluar pancasila dan dijamin keberadaanya selama tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan di indonesia.
Dalam bidang hukum Pancasila juga sumber dari segala sumber hukum hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa “Pancasila merupakan sumber dari Segala Sumber Hukum” dalam artian seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang terbentuk berasal dari nilai-nilai yang ada dalam setiap butir pancasila yang telah dijabarkan secara detail dalam UUD 1945. Akibatnya, Jika terdapat suatu peraturan yang lahir dan bertentangan dengan pancasila maupun UUD 1945 maka peraturan tersebut harus dicabut sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tidak sesuai dengan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dalam bidang social Pancasila sebagai tameng untuk membentuk peradaban yang lebih humanis sebab nilainya ditemukan tumbuh dalam kultur masyarakat indonesia dan diyakini kebenarannya. Menurut Notonegoro Nilai yang dimaksudkan terdapat 3 hal yakni nilai materil meliputi segala aspek yang diperlukan jasmani manusia dalam menjalani kehidupannya, nilai vital meliputi keseluruhan perangkat yang dibutuhkan manusia untuk melaksanakan aktivitasnya dan nilai kerohanian yakni segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian ini terbagi menjadi tiga aspek nilai yakni, nilai keindahan, nilai kebenaran dan nilai kebaikan atau moral. Seperangkat nilai ini telah terangkum dalam setiap sila pancasila.
Sedangkan dalam bidang ekonomi, pelaksanaan pancasila sebagai dasar penyelenggaraan setiap usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya, nilai yang paling inti dalam sila pancasila dalam bidang ekonomi ialah nilai kemanusiaan dan keadilan. System perekonomian yang lebih humanis dan bersandar pada keadilan sehingga praktik monopoli ataupun persaingan usaha yang tidak sehat dapat mempengaruhi tingkat perekonomian dan menciptakan pola perekonomian yang tidak stabil.
Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan melakukan kesalahan, namun kesalahan yang dilakukan secara berulang-ulang tidak dapatlah ditolerir sebab membawa pengaruh dan dampak yang nyata bagi kehidupan manusia. Kecenderungan manusia tersebut apabila tidak dikendalikan dengan baik maka akan menjadikan manusia Homo Homini Lupus (manusia serigala bagi sesamanya). Untuk menepis segala kemungkinan buruk ataupun konflik yang ada maka diupayakan menjiwai semangat dan nilai dalam pancasila dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, serta penghormatan yang tinggi terhadap manusia sebagaimana kodrat manusia seutuhnya.
Dalam merumuskan pancasila para founding father bangsa ini telah melakukan pengkajian dan berbagai analisis untuk menemukan subtansi dari kehidupan yang sesuai dengan segala perkembangan zaman yang dapat digunakan sebagai landasan dalam bernegara. Hal ini terbukti melalui perwujudan pancasila sebagai falsafah bangsa indonesia yang bukan hanya sekedar cita-cita ataupun ideology semata namun harus diaktualisasikan dalam segala sendi kehidupan manusia. Kajian yang dilakukan membuktikan akan kesaktian pancasila yang mampu menyesuaikan dengan segala perkembangan zaman dan tahan terhadap rongrongan budaya asing yang ingin merusak citra indonesia sebagai Negara yang berdasar atas nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Di era globalisasi sekarang ini tantangan yang dihadapi pancasila semakin besar. Era penyebaran informasi yang begitu cepat dan sangat mudah untuk diakses dari berbagai kalangan. Jika penanaman nilai pancasila sangat kurang dimiliki oleh masyarakat terutama generasi penerus bangsa maka peran pancasila sebagai filterisasi pun tidak dapat berjalan dengan baik ini diakibatkan karena kurangnya kesadaran akan pentingnya nilai pancaila. Untuk mewujudkan cita-cita2 yang tertanamam dalam pancasila maka nilai-nilai yang terkandung didalamnya wajib dipahami oleh seluruh masyarakat karena perwujudan kehidupan yang selaras dengan pancasila akan sulit jikalau masyaraktnya tidak paham akan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila.
Untuk melihat bagaimana keadaan bangsa ini kedepanya maka lihatlah pemudanya. Peran pemuda sangat penting dalam suatu negara karena pemudalah sebagai generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan tongkat estafet negara ini kedepannya. Maka dari itu jikalau hari ini banyak pemuda yang enggan mempelajari nilai pancasila maka dimasa yang akan datang pancasila hanya sebagai symbol semata. Untuk menanamkan nilai pancasila membutuhkan kerjamasama antar masyarakat dan pemerintah serta seluruh perangkat-perangkat negara untuk terus menggerakkan nilai-nilai pancasila melalui literasi ataupun kegiatan-kegiatan lainya yang mampu memupuk kesadaran akan pentingnya nilai pancasila.