“KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan agenda utama reformasi 98 sudah dikangkangi oleh Jokowi. Ironisnya, sebagian aktivis 98 malah ada mengkhianati agenda reformasi tersebut dengan ikut mendukung politik dinasti tersebut.”
Oleh: Hermansyah, SE (EROS) Aktivis 2007)
Ahad (22-Oktober-2023)
Golkar adalah partai tua yang besar. Partai yang pernah berjaya sebagai kekuatan pengusung Soeharto berkuasa selama 32 tahun.
Kelompok golongan yang menyebut dirinya sebagai Golongan Karya yang kemudian disingkat Golkar ini menjadi kelompok sangat kuat dan berpengaruh selama Orde Baru. Golkar sangat identik dengan Orde Baru atau Orba.
Ketika reformasi 1998 meletus maka Golkar menjadi musuh bersama (public enemy). Golkar pun tak luput dituntut dibubarkan seperti tahun 60’an menuntut Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan.
Semasa Gusdur menjadi Presiden di awal reformasi (2001) pernah mengeluarkan dekrit pembubaran Golkar. Karena Golkar partai senior dan banyak memiliki orang-orang berpengaruh maka keputusan tersebut malah berbalik kejatuhan diri dia dari tampuk kekuasaan.
Meski Golkar semasa reformasi menjadi musuh reformasi, tapi atas jam terbang dimiliki mereka malah menjadi partai pemenang pada Pemilu 2004. Dibawah ancaman dipkikan, Golkar mengalahkan semua partai reformis.
Golkar di dalam era reformasi bermetamorfosis menjadi partai pengusung paradigma baru mengikuti tuntunan zaman. Golkar menjadi partai yang ikut reformasi dan mengelola partainya secara modernis dan paling demokratis diantara partai-partai reformis sekalipun.
Sampai sekarang, Golkar tetap eksis sebagai partai terbesar di Indonesia. Di Pemilu 2019, Partai Golkar menduduki peringkat kedua dari 16 partai yang ikut pemilu dengan perolehan suara 12,31%. Pemenang pertama adalah PDI Perjuangan dengan perolehan suara 19,33% dam di peringkat ketiga Partai Gerindra dengan perolehan suara 12,57%.
Namun mengagetkan. Menyambut Pemilu 2024, tiba-tiba Ketua Umum Golkar Airlangga mengumumkan seorang anak mentah sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto. Pengumuman ini dilakukan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar, Sabtu (21/10/2023).
Saya sebagai aktivis 98 ikut ketawa mendengar pengumuman itu. Ada dua hal membuat saya ketawa.
Pertama, dulu kami 98 melihat Golkar adalah sebuah partai yang sangat menakutkan dan memiliki banyak orang-orang berpengaruh di republik ini. Ketika kami menurunkan Soeharto dan aksi membubarkan Golkar ada muncul rasa ciut melihat kekuatan Golkar tersebut.
Namun sekarang, jangan Golkar akan muncul mengusung presiden sendiri dengan gagah dan penuh gegap gempita, eh malah bertekuk-lutut pada seorang anak kecil.
Saya semakin ketawa terkekeh-kekeh, mengingatkan saya istilah ‘ayam sayur.’ Partai begitu besar di mata saya hanya menjadi partai lemah dan bertekuk-lutut pada seorang anak ingusan.
Lucunya anak kecil itu hanya seorang walikota yang baru berapa tahun menjabat dan tidak ada rekam jejaknya berkecimpung dalam memperjuangkan gagasan besar untuk Indonesia. Dia hanya anak elit karena bapaknya adalah seorang presiden.
Golkar ternyata miskin kader dan malah menculik kader partai lain. Golkar sudah menjadi partai ayan sayur.
Kedua, saya ketawa bahwa semakin terang-benderang Golkar tersandera oleh Jokowi. Isu kasus korupsi pada Airlangga semakin terbuka.
Dugaan publik semakin m mengarah kuat, bahwa Airlangga mengusung anak Jokowi itu supaya selamat dari jeratan hukum di kejaksaan dengan cara menjilat istana.
Dugaan kasus korupsi Airlangga sebagai Menteri Perindustrian dan sebagai Menko Perekonomian semasa dua periode Jokowi berkuasa seperti barang yang harus dibayar. Begitu juga, beberapa kali rencana Munaslub untuk menganti Airlangga sebagai Ketum Golkar selalu gagal berkat diselamatkan oleh istana.
Pengumuman Partai Golkar mengusung anak Jokowi semakin memperkuat keyakinan publik bahwa semua itu terjadi by design.
Diakhir jabatan Jokowi bisa landing mulus. Publik akhirnya kehilangan simpatik.
Berlindung dibalik wajahnya yang lugu, sekarang publik sudah mempersepsikannya sosok yang haus kekuasaan. Seseorang menghalalkan segala cara untuk bisa berkuasa dan membangun politik dinasti.
Bahwa dia adalah raja. Bahwa dialah penguasa yang mengatur segala-galanya. Mengunakan segala cara untuk kepentingan kejayaan dirinya pada negara ini. Bahkan tega mengkhianati partai yang membesarkannya.
Mensetting anaknya menjadi Cawapres. Mensetting anaknya bungsunya menjadi Ketua Umum pada satu partai. Mensetting menantunya menjadi Walikota. Mensetting iparnya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Dan mensetting penjilat-pebjilatnya menikmati kue kekuasaan.
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan agenda utama reformasi 98 sudah dikangkangi oleh Jokowi. Ironisnya, sebagian aktivis 98 malah ada mengkhianati agenda reformasi tersebut dengan ikut mendukung politik dinasti tersebut.9
Pemilu 2024 yang diharapkan sebuah Pemilu yang menunjukkan kemajuan demokrasi Indonesia di mata dunia berpotensi anjlok oleh kerakusan penguasa yang ingin mewariskan anaknya sebagai Cawapres.
Aktivis 98 yang masih tegak lurus agenda reformasi tidak boleh diam. Kita harus turun gunung kembali selamatkan reformasi.
Selamat berjuang!