Dugaan Korupsi DD Mantan Kades Balombong Naik ke Tahap Penyidikan

Foto: Kantor Kejaksaan Negeri Majene (Dok. ENews)

ENEWS, MAJENE •• Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) melakukan penyidikan terkait dugaan penyalahgunaan Dana Desa (DD) Balombong, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene. Pemeriksaan berlangsung di gedung Kejari Majene, Kamis (21/8/2025).

Kasus tersebut menyeret mantan Kades Balombong berinisial N, berawal dari pengadaan 56 unit mesin katinting yang bersumber dari DD Tahun 2023.



Plh Kasi Intel Kejari Majene, Andi Muhammad Siryan membenarkan adanya kegiatan pemeriksaan tersebut. Ia menyebut, selain pihak dari Desa Balombong, turut hadir juga perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Majene.

“Memang ada pemeriksaan terkait Desa Balombong, dan juga pemeriksaan dari pihak Dinas PMD,” ungkap Siryan.

Menurutnya, Kejari Majene masih terus mendalami kasus ini untuk memastikan sejauh mana dugaan penyalahgunaan Dana Desa tersebut.

Untuk itu pihaknya sudah melakukan pemeriksaan baik dari perangkat desa maupun dari pihak Dinas PMD Majene.

“Sudah ada beberapa diperiksa dari perangkat desa dan Dinas PMD, dan prosesnya masih akan terus berlanjut,” tambahnya.

Sementara, Kadis PMD Majene, Sudirman yang dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya telah dipanggil pihak Kejari Majene atas nama Fauzan selaku Kepala Bidang Pemerintahan Masyarakat dan Desa.

“Betul kami dari pihak kami dipanggil kejaksaan untuk diperiksa, lebih jelasnya silahkan tanya ke Kejari Majene, yang jelas sehubungan dengan pemeriksaan Pj Desa Balombong kemarin undangannya,” ungkapnya.

Dari informasi yang dihimpun, kasus tersebut bermula ketika masyarakat di Desa Balombong dijanjikan mesin dengan merek MPH Platinum seharga Rp5 juta per unit.

Namun, kenyataannya yang dibagikan adalah mesin merek Asahikawa dengan harga hanya sekitar Rp2 juta per unit.

Jika dihitung, total anggaran seharusnya mencapai sekitar Rp280 juta, tetapi pengadaan yang terealisasi hanya menghabiskan sekitar Rp112 juta.

Akibatnya, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp168 juta.

Ironisnya, sebagian masyarakat menolak menerima bantuan tersebut karena merasa dibohongi. Mesin yang diterima dinilai tidak sesuai kualitas maupun merek yang dijanjikan sebelumnya.

Jika terbukti, mantan Kades Balombong berpotensi dijerat Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ancaman hukumannya tidak main-main: pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Selain itu, karena kasus ini menyangkut Dana Desa, maka ada implikasi terhadap regulasi pengelolaan desa. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dana desa harus dikelola secara transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Sementara dalam Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2022, pengawasan penggunaan dana desa juga menjadi tanggung jawab pendamping desa, BPD, serta masyarakat.









 
Penulis: Arfan RinaldiEditor: Abdul Muhaimin

Tinggalkan Balasan