ENews, Jakarta •• Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada Kamis (4/9/2025).
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menyebut penetapan ini dilakukan melalui proses penyidikan panjang.
“Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” ujarnya.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menambahkan bahwa keputusan itu diambil setelah tim memperoleh keterangan saksi ahli, alat bukti, serta barang bukti yang memperkuat dugaan keterlibatan Nadiem.
Kasus pengadaan perangkat digital pendidikan periode 2019–2022 ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp1,98 triliun.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi X DPR RI Andi Muawiyah Ramly memberi komentar pedas terkait kasus tersebut.
Pria yang akrab disapa Amure ini menyebut bahwa mantan Mendikbudristek kelahiran Singapura itu tak mau mendengar masukan (keras kepala).
“Kami di Komisi X DPR RI entah puluhan kali meminta, mengingatkan, bahkan perintahkan agar dia menjalankan nomenklatur, aturan birokrasi, penggunaan dana yang tepat sasar dan agar dia menggunakan sumberdaya kecerdasan para guru besar di Kementerian yang sudah punya pengalaman untuk kelola pendidikan,” kata Amure dalam keterangannya, Jumat 5 September 2025.
Namun lanjut Amure, mungkin karena “jenius” Nadiem tetap melakukan apa yang dianggapnya bagus, tanpa banyak meminta pertimbangan dari dirjen-dirjen eselon 1, ke para Rektor dan Komisi X DPR RI.
“Dia dikabarkan lebih banyak membawa teman-teman dari luar Kementerian, punya tim kerja sendiri non ASN, dan inilah yang kemudian menjerumuskannya dalam kubangan masalah. Saya tidak pernah yakin dia mau lakukan korupsi karena dia sudah tajir melintir sebelum masuk kabinet,” ungkap salah seorang pendiri PKB ini.
Menurut Amure, Nadiem adalah sosok cerdas dan inovatif, namun kekurangan utamanya tidak mau mendengar. Ini aib bagi seorang yang ada di pucuk tertinggi sebuah kementerian dan lembaga.
“Saking parahnya, seorang teman Komisi X, ibu Anita Jakoba Gah dari Fraksi Demokrat mengamuk di ruang rapat, agar Pak Menteri Nadim menjalankan keputusan yang sudah disepakati. Bahkan diingatkan intinya ‘kalau begini terus maka saudara (Nadim) besar kemungkinan ke KPK’” ujarnya.
Dan apa yang terjadi saat ditegur itu? Tambah Amure.
“Usai rapat, Menteri Nadim nyelonong pergi dengan marah dan tidak mau tanda tangani hasil rapat hari itu. Staf Sekretariat Komisi X menyusulkan berkas hasil Rapat untuk ditandatangani di kantornya. Tanpa tanda tangan menteri dan pimpinan rapat, maka sebuah rapat di Komisi dianggap tidak pernah ada,” katanya.
Diketahui, Nadim ditetapkan tersangka dugaan korupsi setelah Kejagung memeriksa sekitar 120 saksi dan 4 orang ahli dalam perkara ini.
Saat ini, Nadim ditahan di rutan Salemba selama 20 hari ke depan sejak 4 September 2025 kemarin. (Redaksi)






