Enewsindonesia.com – Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh Corona Virus membuat segala aspek sendi kehidupan manusia Global melandai. Ditengah pandemi tersebut kita dikagetkan dengan Ledakan Yang amat dahsyat di timur tengah sana tepatnya di di Beirut, Ibu Kota Lebanon, Selasa (4/08/20), dilansir Al Jazeera.
Banyak warga mengabadikan Ledakan di Lebanon tersebut dengan banyaknya Vidio Amatir yang berseliaran di media sosial. Berikut Vidionya :
Lebanon yang merupakan negara di Asia Barat yang berbatasan langsung dengan Suriah di sisi timur dan Utara. Selain itu di sisi selatan ada Israel dan Sisi barat Lebanon diapit oleh Cyprus melintasi laut tengah.
Amonium Nitrat diduga Pemicunya
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab menyatakan bahwa Amonium Nitrat yang merupakan puput pertanian yang banyak disimpan berpuluh-puluh tahun di pelabuhan diduga menjadi penyebab insiden tersebut.
Penyimpanan Amonium Nitra ini tanpa mengambil langkah-langkah yang preventif, hal ini diduga memicu ledakan dahsyat tersbut, dikutip AFP.
Ilmuan Kimia dari Universitas Collage London, Prof Andrea Sella dalam jurnalnya menyatakan Amonium Nitra sebenernya tidak berbahaya.
Akan tetapi jika bahan tersebut di simpan lebih lama akan membusuk dan jika mencapai api reaksinya akan lebih cepat, di kutip BBC (05/08/20).
Amonium Nitrat ?
NH4NO3 atau disebut Amonium Nitrat merupakan garam ionik yang terdiri dari kation amonium (NH4) dan Aniom Nitrat (NO3) sehingga menjadi formula senyawa Amonium Nitrat.
Amoniom Nitrat memiliki power oksidasi, yang biasanya digunakan sebagai bahan peledak di industri pertambangan ataupun Konstruksi.
Unsur utama Amonium Nitra adalah ANFO yang menjadi pilihan populer bagi industri dalam menjadikannya sebagai bahan peledak.
Amonium Nitrat juga banyak di gunakan sebagai bahan pupuk pertanian karena NH4NO3 merupakan komponen kunci.
Zat NH4NO3 mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman akan tetapi bahan ini justru sangat berbahaya jika terkena api.
UNICEF mencatat, jumlah korban masih bertambah akibat insiden tersebut. Tercatat 135 orang tewas, 5000 orang luka-luka dan 100 lainnya dilaporkan hilang, rilis UNICEF 5 Agustus 2020. (IM)