ENews, Majene •• Program percepatan penurunan stunting di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat kembali menuai sorotan tajam. Alih-alih menjadi solusi untuk menekan angka gizi buruk pada balita, justru berhembus dugaan adanya praktik penyelewengan anggaran hingga miliaran rupiah.
Isu ini muncul setelah masyarakat menemukan kejanggalan dalam pelaksanaan program yang dikelola oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Majene.
Dana sebesar Rp5.000.002.850,00 yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) 2024 dinilai tidak berbanding lurus dengan hasil di lapangan.
“Anggaran fantastis ini seharusnya membawa dampak besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di Majene. Tetapi, kenyataan di lapangan jauh dari harapan,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Senin 8 September 2025.
Masyarakat menilai, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Majene melaksanakan program tanpa berpedoman pada regulasi yang berlaku. Padahal, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan tegas mengatur mekanisme dan pembagian peran dalam penanganan stunting.
Dalam Pasal 22 ayat (3) disebutkan, tim percepatan penurunan stunting harus melibatkan tenaga kesehatan, penyuluh KB, PKK, hingga kader masyarakat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan pelaksanaan program cenderung berjalan sendiri tanpa koordinasi lintas sektor.
Akibatnya, partisipasi masyarakat minim, tenaga kesehatan di lapangan kurang dilibatkan, dan efektivitas program patut diragukan.
Kritik semakin keras saat menyangkut distribusi bantuan pangan. Beberapa ibu hamil, balita, dan ibu menyusui di Desa Pamboborang, Kecamatan Banggae, mengaku hanya menerima dua liter beras dan delapan butir telur.
Lebih jauh, masyarakat juga menyoroti perbedaan kualitas barang yang diterima dengan spesifikasi yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Misalnya, minyak goreng yang diberikan berbeda merek dan kualitasnya, sehingga menimbulkan dugaan mark-up harga.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh, dana miliaran rupiah tersebut dipecah ke dalam sejumlah pos.
Di antaranya, Bantuan Pangan Stunting senilai Rp674,6 juta, meliputi pembelian beras, daging ayam, ikan tuna, telur, serta makanan tambahan balita.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil senilai Rp940 juta, dengan komponen beras, daging, minyak goreng, susu, sayuran, hingga telur.
PMT untuk Baduta mencapai Rp2,4 miliar, mencakup beras, ayam, ikan, susu, sayuran, dan minyak goreng.
PMT untuk Ibu Bersalin sebesar Rp692 juta dengan komposisi hampir serupa.
Ditambah sejumlah biaya rapat, perjalanan dinas, sewa gedung, honorarium, hingga iklan videotron.
Meski anggarannya besar, hasil di lapangan justru dinilai jauh dari spesifikasi. Banyak penerima manfaat mengaku tidak memperoleh bantuan sesuai daftar.
Sejumlah tokoh masyarakat mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar) dan Kejaksaan Negeri Majene turun tangan. Mereka menilai potensi penyimpangan dalam program ini harus diusut hingga tuntas.
“Dana Rp5 miliar bukan jumlah kecil. Kalau benar ada permainan dalam distribusi atau mark-up harga, itu jelas merugikan negara dan mencederai hak anak-anak Majene yang berisiko stunting. Kami minta kejaksaan serius menanganinya,” tegas Sudarman salah seorang warga.
Sementara, Kepala DPPKB Majene, Hj Andi Beda Basharoe yang dikonfirmasi terpisah mengaku sama sekali tidak mengetahui soal dana stunting tahun lalu tepatnya tahun 2024.
“Maaf saya baru menjabat, baru di lantik oleh bapak bupati kalau soal dana stunting tahun lalu silahkan tanya ke pejabat lama beliau yang paham karena beliau yang menjabat silakan konfrimasi langsung,” ucapnya kepada ENews Indonesia, Senin (8/9).
Diketahui, angka stunting di Kabupaten Majene memang cukup tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Majene mencapai 35,9%, jauh di atas rata-rata nasional yang berada di sekitar 21,6%.
Angka ini menempatkan Majene sebagai salah satu kabupaten dengan prevalensi stunting tertinggi di Sulawesi Barat.
Jurnalis: Arfan Rinaldi