banner 728x250 . banner 728x250

Jangan Gagal Paham! Bagi-bagi Sarung Tidak Melanggar PKPU

ENEWSINDONESIA.COM – Beredarnya informasi pembagian sarung berlogo pasangan calon (paslon) oleh oknum yang mengatasnamakan relawan perubahan Muhammad Saal – Musawir Azis Isham (SALAM) di Kabupaten Pasangkayu hingga saat ini tidak mendapat tanggapan serius dari Bawaslu. Rupanya membagikan sarung bukan termasuk pelanggaran kampanye.

Mantan Ketua Bawaslu Soppeng, Herman Lilo menjelaskan, berdasarkan penjelasan PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota, sarung dikategorikan sebagai kelompok pakaian sesuai pasal 26 ayat 1 huruf a.

banner 728x250

“KPU RI telah memperluas makna dari definisi hukum tentang ‘pakaian’ menjadi ‘bahan pakaian’’ misalnya bahan kaos atau kain untuk baju, celana atau sarung. Pada umumnya di Indonesia menjadikan sarung sebagai pakaian utama, misalnya daerah Sulawesi. Pada setiap acara resmi dan acara adat beberapa daerah mewajibkan menggunakan sarung (lipa sabbe = sarung sutera) sebagai penghormatan. Pada kegiatan keagamaan di kalangan NU selalu menempatkan sarung sebagai pakaian utama,” jelas Herman, Minggu (29/11/2020).

Hal yang sama, lanjutnya, juga berlaku terhadap definisi hukum tentang penutup kepala yang awalnya hanya ditafsirkan sebatas topi tetapi sekarang kudung dan payung sudah masuk. Meskipun payung lebih tepat dianggap sebagai souvenir.

Namun yang perlu diperhatikan adalah harga bahan kampaye yang diproduksi oleh peserta pemilihan tidak melebihi harga Rp 60.000 sebagai diatur dalam PKPU nomor 11 tahun 2020 tentang perubahan PKPU nomor 4 tahun 2017).

“Asalkan peserta pemilihan atau tim kampanye tidak menggunakan uang dan sembako. Berapa pun jumlah uangnya dan berapapun harga sembakonya tetap diharamkan untuk digunakan sebagai bahan kampanye,” tandas akademisi Unhas ini.

Olehnya, sarung sebagai bahan kampanye tidak memenuhi unsur pelanggaran. Itulah sebabnya mengapa Bawaslu belum menindak kasus tersebut.

“Adalah sebuah kekeliruan jika ada aktivis LSM membuat tafsir dan definisi hukum sendiri tanpa dasar dan kajian ilmiah terkait dengan item sarung sebagai bahan kampanye. Jangan berspekulasi yang menyesatkan pemilih,” imbuhnya.

Terpisah, advokat Muhammad Nursalam SH MH menambahkan, sarung, jilbab dan jenis pakaian serta penutup kepala lainnya dibolehkan selama memenuhi syarat sebagai bahan kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 26 ayat 1 dan 3 PKPU Nomor 11 Tahun 2020 tentang perubahan PKPU Nomor 4 Tahun 2017.

“Syarat bahan kampanye adalah membuat simbol calon, visi misi, program, dan atau tanda gambar serta harganya tidak melebihi Rp60 ribu untuk setiap item,” jelas Nursalam.

Pakaian apapun yang dibagikan paslon justru menjadi pelanggaran bila tidak memuat simbol, visi misi, program dan atau tanda gambar serta harganya melebihi Rp60 ribu per lembarnya.

“Bawaslu juga harus menguasai regulasi dan melakukan sosialisasi kepada paslon beserta tim kampanye agar tidak terjadi penafsiran liar oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada paslon tertentu. Penyelenggara pemilu harus menyadari kode etik pada DKPP di mana penyelenggara pemilu dituntut untuk profesional dan fair (adil) dalam menjalankan perannya,” imbuhnya. (*) | AS.

banner 728x250 ,

Tinggalkan Balasan