Oleh: Abdul Muhaimin
Watampone, Kamis (20/10/2022).
ENEWSINDONESIA.COM – Seringkali ketika marah seseorang akan mengumpat dan tak sedikit orang menggunakan kata “asu” dalam umpatannya.
Kata asu di keseharian memang sering dipakai sebagai salah satu jenis kata umpatan. Sering kali, orang-orang menyebutkan kata asu dengan penuh kemarahan. Lantas, apa arti asu yang sebenarnya?
Padahal jika ditelisik lebih mendalam, sebenarnya tak ada yang salah dengan penyebutan kata asu. Pemaknaan kata asu yang kasar dan negatif tergantung pada konteks yang meliputi.
Kata asu sebenarnya berasal dari bahasa daerah, biasanya digunakan di daerah Jawa dan Bugis. Namun karena telah sering dipakai oleh banyak kalangan dari berbagai latar belakang, kata asu ini seolah jadi bagian bahasa Indonesia.
Sedangkan arti asu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri juga merujuk pada makna kata asu dalam bahasa Jawa. Pada KBBI, asu berarti anjing. Dalam hal ini, anjing dalam artian nama salah satu jenis hewan.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa kemudian kata ini lebih sering dipakai sebagai umpatan, untuk mengungkapkan kemarahan atau kesialan.
Meneriakkan umpatan ketika marah dipercaya bisa menjadi pelampiasan emosi yang terpendam.
Belum lagi dengan penggunaan kata “asu” atau “anjing” sebagai metafora untuk menggambarkan sesuatu yang buruk dalam karya sastra Indonesia.
“Anjing menggonggong kafilah berlalu”.
Kata “anjing” dalam peribahasa di atas digunakan untuk menggambarkan orang yang suka bergunjing dan mencemooh orang lain. Untuk mengetahui makna lain tentang kata tersebut, kalian bisa menyimak penjelasan di bawah ini.
Di Indonesia, kata asu atau anjing sering digambarkan kepada hal – hal yang negatif. Beda halnya di Eropa, justru menjadi simbol kesetiaan dan dapat diandalkan.
Hal tersebut sudah digambarkan di berbagai film, salah satu contohnya, yaitu “Scooby Doo”, film yang menceritakan anjing genius yang punya hubungan dekat dengan para manusia.
Dalam konteks agama, terkhusus agama Islam, secara spontan mengeluarkan kata “asu” tergambarkan apa yang ada dalam hatinya dan seringnya berucap kasar dan “kotor”.
Salah seorang pemuka (Ustaz) Islam pernah mangatakan untuk memperbanyak zikir di setiap kesempatan. Hal itu adalah salah satu cara untuk membersihkan hati.
Kata dia, jika seseorang banyak berzikir maka di setiap dia marah atau kaget akan keluar di mulutnya kalimat – kalimat zikir, bukan kata “asu” itu atau semacamnya.
Dengan tulisan dan juga beberapa rangkuman di atas, penulis mengajak untuk selalu membersihkan hati dan fikiran dengan memperbanyak zikir (bagi ummat Islam) agar ketika menjemput ajal nanti, kita bisa dimudahkan untuk menyebut nama Allah Subehanah Wata’ala.