ENEWSINDONESIA.COM, Pemalang – Dua pohon Randu Alas (Bombax Ceiba) atau pohon penghasil kapas dimana bunganya berbentuk seperti SHUTLE CHOK ( bola buat permainan bulu tangkis ) berdiri kokoh selama ratusan tahun hingga saat ini di area pemakaman umum tepi sungai Kali Torong, Desa Penusupan, Kecamatan Randu Dongkal, Pemalang, Jawa tengah.
Sulit untuk percaya bahwa pohon sebesar itu masih ada di Pemalang. Pohon sebesar itu biasanya hanya bisa dilihat dalam film-film yang berlatar negeri dongeng.
Nurhayati ( 55 tahun ) menceritakan masih ingat saat dia berusia 10 tahun, pohon Randu Alas tersebut sudah sebesar seperti yang sekarang bisa dilihat, bahkan masih menurut Nurhayati, ketika dia kecil dan menanyakan kepada neneknya Simbah Damen (saat itu neneknya berusia 100 tahun lebih) usia Pohon Randu Alas tersebut.
“Nenek saya menjawab pohon Randu Alas tersebut sebesar seperti keadaan pohon randu alas yang sekarang,” ungkap Nurhayati, Senin (28/3/2022).
Dari hasil cerita Nurhayati tersebut, diperkirakan umur pohon randu alas tersebut 200 tahun lebih.
Dulu pernah ada juragan pembuat kapal kayu dari kota Tegal ingin membeli pohon ini dengan harga lumayan tinggi.
Namun karena Banyak masyarakat setempat mempercayai jika sampai pohon tersebut ditebang, maka akan terjadi bencana. Maka pohon Randu Alas tersebut tidak jadi dijual. Padahal sang juragan Kapal sudah membawa Gergaji Besar guna menebang pohon yang dianggap keramat ini.
Masih menurut Nurhayati, dulu ada seorang warga Desa Penusupan bernama Talab yang hidup sangat miskin dan mempunyai banyak anak.
Pada saat itu, anak – anaknya kelaparan minta makan. Tiba – tiba suara muncul (bisikan) yang Talab tak tahu suara tersebut dari mana. Kemudian Talab diarahkan ke kuburan yang tumbuh pohon randu alas tersebut untuk mengambil sesuatu, entah bentuknya apa, dia hanya menuruti bisikan dari suara tanpa rupa itu.
Sesampai di bawah pohon Randu Alas, dia mengelilingi pohon yang batangnya sangat besar ( diperkirakan dengan rentangan tangan 10 orang dewas tidak cukup mengelilingi pohon itu ).
Talab hanya menemukan beberapa Jamur wulan ( Jamur Bulan ). Ketika ingin mengambil, jamur tersebut bergerak cepat menghentak. Hal itu membuat Talab kaget.
Kemudian Jamur Wulan tersebut tetap di ambil pulang, mengingat jamur itu bisa di masak buat makan anak – anaknya yang kelaparan.
Setelah dimasak, ternyata jamur itu tidak bisa dimakan karena keras, dan tiba tiba Talab yang mengambil jamur tersebut tidak bisa berbicara alias bisu.
Masih menurut cerita Nurhayati, untuk yang kedua kali muncul suara tanpa rupa, Talab mendapatkan bisikan, agar jamur yang sudah dipetik dari bawah pohon Randu Alas, agar dikembalikan kembali.
Padahal secara logika, jamur ketika di rebus mestinya lunak dan bisa dimakan, ini malah direbus menjadi keras seperti kayu.
Setelah jamur dikembalikan ke tempat asalnya , Talab tiba – tiba bisa bicara kembali.
Dulu (masih menurut Nurhayati), jika daun pohon Randu Alas tumbuh bersemi, berwarna hijau, menandakan akan segera datang musim hujan, Rendeng segera tiba, musim hujan segera akan tiba.
Kepala desa Penusupan Fauzan mengatakan bahwa dua pohon besar Randu Alas di desanya adalah Cagar Budaya sebagai bukti sejarah perjalanan desa kelahirannya.
Diketahui, Randu alas (Bombax ceiba L) adalah pohon yang dianggap suci oleh umat Hindu. Tumbuhan ini dapat berukuran sangat besar dan sering ditanam di dekat bangunan suci. Pada saat penemuan Candi Pawon, pohon ini diketahui tumbuh di reruntuhan bangunan.