ENEWS MAJENE ▪︎ Gelaran bimbingan teknis (bimtek) yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kota Makassar yang dikuti sejumlah kepala desa dan perangkatnya dari Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) menjadi buah bibir masyarakat. Diduga gelaran bimtek tersebut sarat penyimpangan.
Ketua Lembaga Advokasi Masyarakat Desa, Suardi SIP menuturkan bahwa kasus tersebut tidak dapat didiamkan karena dugaan permainan anggaran dan konspirasi sarat di dalamnya.
Suardi menjelaskan beberapa aspek sehingga menduga adanya dugaan permainan anggaran dan konspirasi yang terdapat di kegiatan tersebut.
“Mulai dari biaya kontribusi yang dibayar peserta yang dianggap terlalu berlebihan dan judul bimtek yang dianggap sudah cenderung basi,” jelasnya kepada Enewsindonesia.com, Jumat (10/5/2024).
Menurutnya, tentang pencegahan pengelolaan anggaran dana di desa agar tidak terjadi korupsi, para kepala desa dan perangkatnya pasti sudah paham, apalagi di desa sudah ada pendamping desa.
“Dana kontribusi yang dibayar oleh peserta terlalu berlebihan. Kegiatan bimtek yang diikuti oleh para kepala desa baik yang defenitif ataupun yang penjabat, beserta perangkat, seharusnya tidak perlu membebani dana desa,” jelasnya.
Ia menegaskan, seharusnya Pemkab Majene dan Pemprov Sulbar yang berinisiatif menyiapkan anggaran.
“Kegiatan bimtek yang dilaksanakan tidak terlalu urgen, buktinya dengan jumlah 62 desa yang terdapat di Kabupaten Majene hanya 38 desa yang ikut yang hadir dan jumlahnya bervariasi, bahkan tidak semua kepala desa hadir. Sedangkan kepala desa adalah kuasa pengguna anggaran (KPA),” katanya.
“Tambah dikuatkan dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 merupakan Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang sebelumnya diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014,” sambungnya.
Ia memaparkan, kepala desa adalah PKPKD dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.
“Jadi, salahkah kalau kita curiga kalau memang di kegiatan pelaksanaan bimtek tersebut terjadi dugaan konspirasi dan permainan anggaran? Kami meminta agar penegak hukum melakukan penyelidikan,” tegasnya.
Menurutnya lagi, kalau hanya judul bimtek pencegahan tindak pidana korupsi di desa tidak harus jauh-jauh ke daerah lain.
“Kenapa tidak dilaksanakan di Majene? Karena sudah tentu pajak dari tempat kegiatan akan masuk sebagai pendapatan daerah. Kami meminta Kadis DPMD Majene untuk tidak lepas tangan begitu saja dengan menggunakan alasan tanggung jawab lembaga yang menyelenggarakan acara,” ujarnya.
Terkait pernyataan tersebut, Enews Indonesia mencoba mengkonfirmasi Kadis DPMD Majene, Haji Sudirman melalaui telpon namun tidak mendapatkan tanggapan.
Dikonfirmasi terpisah, salah seorang penyedia narasumber pada kegiatan tersebut menyebutkan, sampai hari ini belum ada laporan pertanggung jawaban dari pihak penyelenggara.
“Saya hanya memfasilitasi narasumber untuk dihadirkan. Sampai saat ini sudah satu minggu kegiatan telah dilaksanakan, belum ada pertanggung jawaban yang dapat mereka tunjukkan dan si pemilik lembaga yang namanya Iwan dan kepala bidang pemerintah desa pak Fauzan,” ungkapnya kepada Enews Indonesia yang meminta identitasnya dirahasiakan, Jumat (10/5/2024).
“Kedua-duanya nomor tidak aktif. Kita ingin semuanya terang benderang, jangan saling lempar bola dan saling menyalahkan,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, kegiatan bimbingan teknis (bimtek) Pencegahan Tindak Pidana Korupsi yang diikuti sejumlah kepala desa dan perangkat desa di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) menuai sorotan.
Kegiatan tersebut digelar oleh Lembaga Peningkatan Mutu dan Sumber Daya Manusia Indonesia (LPM SDMI) ditembuskan ke Bupati Majene dan DPMD Majene mulai Jumat (26/4/2024) hingga Ahad (28/4/2024) lalu.
Jurnalis: Arfan Renaldi