ENews, Jakarta •• Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Pembangunan RSUD di Kabupaten Kolaka Timur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat gelaran konferensi pers di di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025).
Dalam konferensi pers tersebut, pihak KPK memperlihatkan barang bukti uang tunai Rp 200 juta hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) kasus tersebut.
Asep mengatakan uang tersebut disita saat KPK melakukan OTT di Sultra. Dari OTT itu, KPK mengamankan 12 orang dan meneyapkan 5 orang yakni, Abdul Azis (ABZ) selaku Bupati Koltim, Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD, Ageng Dermanto (AGD) selaku PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim, Deddy Karnady (DK), selaku pihak swasta-PT PCP, Arif Rahman (AR) selaku pihak swasta-KSO PT PCP.
Asep memaparkan, dalam pengungkapan kasus tersebut, pihaknya membagi tiga tim untuk bergerak di Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Asep menegaskan OTT yang dilakukan KPK telah sesuai aturan.
“Berbekal informasi yang kami peroleh tersebut, maka dilaksanakanlah kegiatan tangkap tangan tentunya sesuai dengan aturan undang-undang dan SOP yang ada pada kami,” ujarnya.
Asep memaparkan, kasus yang menjerat Abdul Azis ini terkait dengan proyek pembangunan RSUD di Kelas C Kabupaten Koltim.
Bermula pada Desember 2024, diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan 5 konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai oleh dana alokasi khusus (DAK).
Kemenkes kemudian membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah.
Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan Nugroho Budiharto dari PT Patroon Arsindo.
pada Januari 2025 terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur.
“Di sini, Ageng Dermanto selaku PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD,” ujarnya.
Lebih jauh Asep memaparkan, Abdul Azis bersama jajarannya di Pemkab Koltim terbang ke Jakarta. Abdul Azis diduga kongkalikong agar PT Pilar Cerdas Putra (PCP) memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kab. Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.
“Selanjutnya, Saudara ABZ bersama GPA selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, DA, dan NS selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim, menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten. Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim,” ujar Asep.
Pada Maret 2025, PPK melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT. PCP senilai Rp 126,3 miliar. Kata Asep, Abdul Azis meminta fee senilai 8% atau senilai Rp 9 miliar dari proyek itu.
“AGD meminta commitment fee sebesar 8% saudara ABZ dengan saudara AGD yaitu kira-kira Rp 9 miliar,” sebut Asep.
Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra kemudian melakukan penarikan cek Rp 1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada Ageng Dermanto. Kemudian Ageng menyerahkan uang itu ke Yasin selaku staf Bupati Koltim.
Selanjutnya pada Agustus 2025, DK kemudian melakukan penarikan cek Rp 1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada AGD.
“AGD kemudian menyerahkannya kepada YS selaku staf Saudara ABZ. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh Saudara ABZ, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Saudara ABZ,” kata Asep.
“Saudara DK juga melakukan penarikan tunai sebesar Rp 200 juta yang kemudian diserahkan kepada saudara AGD. Selain itu, PT. PCP juga melakukan penarikan cek sebesar Rp 3,3 miliar,” sambungnya.
Abdul Azis, Andi Lukman Hakim dan Ageng Dermanto (AGD) dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.






