Posisi Bola Subbi’ Berdasarkan Analisis Ade’ Mappura OnroE

Foto: Bola Subbi'e. (Ist)

ENEWS BONE •• Pembangunan  Bola Subbi dan Bola Soba di lokasi wisata budaya di Kecamatan Palakka Kabupaten Bone menjadi sorotan sejumlah budayawan. Pasalnya, lokasi pembangunan Bola Subbi lebih rendah dari Bola Soba

Saat pertemuan beberapa waktu lalu di kantor Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (DBMCKTR) Kabupaten Bone, Kadis DBMCKTR mengungkapkan bahwa pembangunan Bola Soba telah menggunnakan anggaran kuran lebih Rp 300 juta.



Hal itulah yang menjadi kendala lokasi pembangunan Bola Soba lebih tinggi dari Bola Subbi.

Pendapat Koordinator Assitobonengeng, Andi Singkeru Rukka, Kamis 6 Juni 2024:

“Ade’ Mappura Onro” adalah adat yang tetap/rigid dan tak boleh berubah-ubah karna ada nilai yang juga kaku menyertainya, sedang
“Ade’ Abiasang” adalah adat kebiasaan yang dapat saja berubah berdasarkan zamannya.

“Bola Subbi” adalah Salassa’ atau istana Raja Bone, sedang “Bola Soba” adalah Sao Raja (besar) Petta PonggawaE atau rumah Panglima Kerajaan Bone.

Sebuah ilustrasi semoga dapat menjadi gambaran untuk kita semua atas perbedaan pendapat posisi Bola Subbi’ dan Bola Soba’ yang rencana dibangun di Palakka.

Secara postur fisik, Ponggawa (Panglima) dapat saja lebih besar dari Mangkau (Raja), tetapi kemuliaan dan pemuliaanya tetap lebih tinggi dan diutamakan Mangkau’E.

Dengan rencana posisi Bola Soba’ lebih tinggi demikian dengan site plan, terlihat Bola Soba’ menjadi bangunan utama dan bukanlah Bola Subbi’E yang utama.

Demikian pula dengan postur fisik Bola Soba’E dapat saja lebih panjang, lebar dan lebih tinggi dari Bola Subbi’E tetapi pemuliaan berdasarkan “Wari” melalui Timpa’ Laja, jumlah anak tanggalah yang membedakan pemuliaan dan kemuliaannya.

Dalam Tudang Ade’, posisi duduk Mangkau’ lebih tinggi dari Ponggawa, karna jika di balik menjadi ganjil bahkan tak etis posisi duduk Ponggawa lebih tinggi dari Mangkau’E.

Demikian pula posisi Bola Soba’E, tak boleh lebih tinggi dari Bola Subbi’E karna tak etis.

Dengan bahasa yang berbeda, kita Bugis mengenal Feng Shui sebagai atmosfir jiwa, posisi, bentuk dan warna yang mempengaruhi psikologi ruang di tempat itu dan juga menjadi atmosfir diruang yg lebih luas.

Tanah, angin, pepohonan, sungai di sekitarnya juga demikian, kata Inayat Khan filsuf India dalam bukunya Spritual Psikologi.

Semoga tak salah, Gradasi nilailah yang membuat kita menganggapnya sebagai sesuatu yang normal, enteng dan biasa saja, padahal itu adalah Ade’ yang “Mappura Onro”.



 

Tinggalkan Balasan