Maka sebagian diserahkan ke perempuan berinisial AT yang mengaku keluarga bapak Mentan RI
ENews, Bone •• Kasus dugaan korupsi hingga sewa dan jual-beli alsintan bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), ternyata juga telah turut dilaporkan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Bone.
Laporan atas nama LSM Lapatau Matanna Tikka tertanggal 2 Juli 2025 lalu ini, dinyatakan telah dikirimkan untuk tujuan ke Kantor Kejaksaan Agung, di Jakarta melalui kantor Pos.
“Sudah saya kirim dan ada bukti laporannya. Pengiriman melalui Kantor Pos. Rencananya, nanti akan ke Jakarta untuk pertanyakan mengenai laporan saya ini,” terang Andi Anzhari, Ketua LSM Lapatau saat dikonfirmasi ENews Indonesia, Selasa (23/9/25).
Andi Anzhari menyatakan, jika terdapat dugaan penyalahgunaan dalam penyaluran bantuan alsintan di Kabupaten Bone. Bantuan negara melalui Kementrian Pertanian yang mestinya ditujukan ke Kelompok Tani sebagai penerima yang berhak, dinilai tidak tepat sasaran, hingga bermasalah secara hukum.
“Dalam laporan, kami atas nama LSM Matanna Tikka melaporkan untuk ditindaki secara hukum yang semestinya di Kejaksaan Agung. Dasar hukum kami, salah satu diantaranya dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” terangnya.
Dalam uraian laporan dari hasil kajian dan ivestigasi di lapangan, ia pun menerangkan jika sejumlah unit bantuan alsintan yang penyalurannya bermasalah ini bermodus dengan cara ‘mencatut’ atau memakai nama kelompok tani untuk mendapatkan dan mengusainya demi kepentingan pribadi.
“Hampir semua unit bantuan alsintan di perjual belikan (istilah tim) ke oknum dengan mengatasnamakan kelompok tani dengan harga Rp 300 ribu – 250 juta per unit, tergantung besar kecilnya alsintan yang di serahkan, namun hanya di kuasai oleh per orangan untuk kepentingan pribadi dan bukan kelompok,” urainya sebagaimana dalam laporan.
Selanjutnya dalam salah satu sampel penelusurannya kemudian, Anzhari menyebutkan adanya sejumlah alsintan khususnya jenis Combine (mesin alat panen padi) yang dikuasai dan dikelola oleh Oknum Sekdes di Desa Tompong Patu, Kecamatan Kahu beserta aliran bagi hasil dari penggunaan alsintan.
“Dari hasil wawancara dengan Oknum Sekdes tersebut turut menjelaskan, jika combine yang sementara di rumahnya itu, dia hanya sebagai pengelola, dan hasilnya setelah dikeluarkan biaya dan bagi hasil, maka sebagian diserahkan ke perempuan berinisial AT yang mengaku keluarga bapak Mentan RI. Dalam penelusuran kami selanjutnya, kami juga menemukan mesin yang sama yang dikelola warga di Desa Tompong Patu dengan metode yang sama, hanya sebagian hasil di serahkan ke AZ yang merupakan keluarga AT,” ungkap Anzhari.
Tak sampai disitu, masih di desa yang sama, Anzhari bersama timnya juga menemukan mesin mobil traktor pembajak tanah (jonder), yang nampak dikelola oleh warga setempat di lokasi, namun pada dasarnya alat tersebut sebenarnya hanya disewakan ke warga.
“Ada juga mesin jonder di Dusun Tonra, Desa Tompopatu, itu mesinnya ternyata disewakan ke petani. Yang mana sebagian hasilnya di serahkan kepada ibu berinisial AN yang sebelumnya pernah menjabat sebagai kepala UPT Pertanian di Kecamatan Kahu, sekarang merupakan salah satu Camat di Bone,” ungkap Anzhari.
Dalam laporannya kemudian, Anzhari menyimpulkan jika kasus penyalahgunaan bantuan alsintan, baik pada mesin combine maupun jonder pada dasarnya tidak di serahkan ke kelompok tani, akan tetapi
hanya ‘diatasnamakan’ dan dikuasai oleh pengusaha di kecamatan itu dengan syarat bersedia membayar 130 juta untuk jonder dan 250 juta untuk combain.
“Parahnya, bahkan ada pengusaha yang bahkan menerima 2 buah mesin combine dan dipersewakan ke kelompok yang seharusnya sebagai penerima, sama syaratnya dengan pengusaha combain pribadi,” tuturnya.
Selain itu, dugaan kuat adanya kesepakatan gelap dalam permainan jual-beli bantuan negara ini terindikasi dari sejumlah giat yang dinilai tidak memenuhi prinsip transparansi dalam penyaluran bantuan alsintan tersebut.
“Tidak ada kegiatan penyerahan dan dokumentasi, bahkan kepala desa tidak dilibatkan saat penyerahan. Selain itu, beberapa anggota kelompok tani menyatakan tidak pernah di berikan akses terhadap bantuan alsintan tersebut,” tambahnya.
Dari sejumlah temuan praktek-praktek jahat beraroma amis di lapangan tersebut, Anzhari mengaku resah dan menyayangkan kondisi penyalahgunaan ini.
Ia berharap, adanya atensi penuh dari Aparat Penegak Hukum untuk mengungkap kasus dugaan korupsi miliaran rupiah ini.
“Kami sangat menyayangkan adanya bantuan dari Kementrian Pertanian yang sekiranya bisa membantu para petani khususnya kelompok tani di Kabupaten Bone yang bertujuan dalam peningkatan
kesejahteraan serta motivasi petani untuk meningkatkan hasil pertanian ini dalam penyalurannya malah disalahgunakan,” kata Anzhari.
(Zul|7)