Bone, ENEWS  

Jual Beli Bantuan Alsintan di Bone, Petani Tellusiatinge Buka Suara

Foto: Potongan-potongan percakapan pengakuan petani di Bone adanya dugaan jual beli bantuan alsintan. (File ENews)

ENews, Bone •• Lagi, informasi dan aduan baru, kembali diungkap salah satu anggota kelompok tani dari Kecamatan Tellusiattinge, Kabupaten Bone yang menyebut secara terbuka mengenai praktik jual-beli dan sewa bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) di wilayahnya.

Aduan yang dinyatakan juga masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Nusantara (Kenustra) ini, kini semakin menambah daftar panjang hingga mempertegas petunjuk dari kasus dugaan penyalahgunaan dalam penyaluran bantuan alsintan yang dinilai melawan hukum.



“Saya juga dapat aduannya kemarin setelah postingan tentang aduan hukum gratis beberapa minggu lalu itu sampai ke dia. Saya sempat melanjutkan dengan melakukan tanya-jawab mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi, dan ternyata dia mengaku bahwa salah satu dari kelompok tani yang kecewa karena tidak mendapatkan bantuan karena itu ternyata harus dibeli,” ungkap Andi Asrul Amri, Ketua LBH Kenustra Bone, Kamis (2/10/2025).

Penggalan pernyataan aduan yang dituliskan ini sempat menyebar di media sosial (medsos) yang memperlihatkan adanya daftar harga dari dugaan proyek jual-beli alsintan yang beragam berdasarkan barang yang ditawarkan.

Selain itu, juga disebutkan sebuah nama berinisial HL yang diduga sebagai pemain dalam tataran marketing yang bisa memfasilitasi pembeli untuk mendapatkan barangnya.

“Tabe kami dari kelompok tani tellusiattinge sangat susah dapat bantuan dari pertanian, karena ada oknum mantan ketua BPP …. (red. ) yang mengatur dan memperjualbelikan alsintan seperti, Combain 200-250 juta, traktor 4 roda 100-150 jt, traktor 2 roda 10-15 juta,” tulis aduan kelompok tani yang kini telah menyebar ini.

Upaya aduan yang dilakukan masyarakat kelompok tani ini diakui sebagai bagian dari keresahan atas haknya yang mestinya diterima, namun tak kunjung mereka dapatkan.

Sejumlah informasi dan pemberitaan dari kasus jual-beli alsintan ini diakui turut menjadi pendorong minat masyarakat yang kembali mempertanyakan dan bersuara pasca ramai kembali diberitakan media mainstream saat ini.

“Kami di LBH Kenustra turut mengapresiasi dan berterimakasih tentang sejumlah aduan yang masuk dari masyarakat dan telah berani bersuara. Kami juga bisa menjamin kerahasiaan privasi para pengadu jika memang tidak mau disebutkan identitasnya, namun ini amat bermanfaat bagi kami sebagai bahan referensi tambahan dalam mengumpulkan dan menganilisis sejumlah keterangan dan data dari kasus yang sama di Kabupaten Bone terkait jual-beli alsintan ini,” terang Andi Asrul.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi dan kolusi jual-beli dan sewa alsintan bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini, ternyata telah turut dilaporkan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Bone.

Laporan atas nama LSM Lapatau Matanna Tikka tertanggal 2 Juli 2025 lalu ini, dinyatakan telah dikirimkan untuk tujuan ke Kantor Kejaksaan Agung, di Jakarta melalui kantor Pos.

“Sudah saya kirim dan ada bukti laporannya. Pengiriman melalui Kantor Pos. Rencananya, nanti akan ke Jakarta untuk pertanyakan mengenai laporan saya ini,” terang Andi Anzhari, Ketua LSM Lapatau saat dikonfirmasi, Selasa (23/9/25).

Andi Anzhari menyatakan, jika terdapat dugaan penyalahgunaan dalam penyaluran bantuan alsintan di Kabupaten Bone.

Bantuan negara melalui Kementrian Pertanian yang mestinya ditujukan ke Kelompok Tani sebagai penerima yang berhak, dinilai tidak tepat sasaran, hingga bermasalah secara hukum.

Ia pun menerangkan, jika sejumlah unit bantuan alsintan yang penyalurannya bermasalah ini bermodus dengan cara ‘mencatut’ atau memakai nama kelompok tani untuk mendapatkan dan mengusai bantuan alsintan ini demi kepentingan pribadi.

“Hampir semua unit bantuan alsintan di perjual belikan (istilah tim) ke oknum dengan mengatasnamakan kelompok tani dengan harga Rp 300 ribu – 250 juta per unit, tergantung besar kecilnya alsintan yang di serahkan, namun hanya di kuasai oleh per orangan untuk kepentingan pribadi dan bukan kelompok,” urainya sebagaimana dalam laporannya ke Kejagung.

Sebelumnya, pada Desember 2024 lalu, masih dengan kasus yang sama tentang dugaan praktik pungli dan jual-beli alsintan di Kabupaten Bone.

Temuan ini juga sempat dilaporkan secara pribadi oleh salah seorang warga bernama Asrul, asal Kecamatan Cina di Mapolda Sulsel.

Seiring berjalannya waktu, kasus ini menggelinding dan dilimpahkan ke Mapolres Bone yang kini dianggap tanpa perkembangan berarti.

Carut-marut kasus yang terkesan timbul-tenggelam ini telah mensinyalir adanya penanganan yang lemah oleh Aparat Penegak Hukum (APH) baik di Kejaksaan hingga kepolisian di Kabupaten Bone dalam mengusut kasus tersebut.
Hal ini pun sempat dikritisi oleh Ketua LBH Kenustra sebelumnya, selaku Aktivis Hukum di Kabupaten Bone.

Dirinya menilai, jika aparat Penegak Hukum (APH) di Bone terkesan kaku dan tertekan, yang kemudian mengundang kecurigaan terkait dugaan pengaruh dari keberadaan power besar dibelakang kasus yang dinilai jumbo ini.

“Kalau melihat dari kondisi yang ada, ini memang terkesan penuh tekanan, seolah APH takut menangani kasus ini. Padahal, objeknya kan ada, tapi penanganannya berlarut-larut. Tentunya ada yang memiliki power yang besar dibelakangnya sampai bisa seperti ini,” ungkap Andi Asrul Amri, Selasa (2/9/25).

Selanjutnya, dari hasil investigasi dan informasi di lapangan yang berhasil dihimpun, terdapat sejumlah kejanggalan yang mengerucut pada dugaan adanya konspirasi jahat dalam penyalahgunaan bantuan negara, demi memperoleh keuntungan pribadi secara terorganisir.

Yang mana, pada jenis temuan alsintan seperti mesin combine dan jonder traktor pada dasarnya tidak diserahkan ke kelompok tani, akan tetapi hanya sebatas ‘atas-nama’ untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan barang alsintan sesuai aturan yang ditetapkan.

Selanjutnya, alsintan tersebut dikuasai oleh pengusaha/ pemodal di kecamatan itu dengan membayar Rp 130 juta untuk jonder dan Rp 250 juta untuk mesin combine.

Dalam proses investigasi terpisah, salah satu petani yang berdomisili di Kecamatan Salomekko, Kabupaten Bone, Sulsel yang enggang disebutkan namanya mengungkap tentang sulitnya mendapatkan akses untuk memperoleh bantuan alsintan ini di Bone.

Bukan tanpa alasan, disebut bantuan, tapi dirinya harus sepakat membayar ratusan juta rupiah untuk memilikinya atau dengan alternatif jasa sewa di ketua kelompok.

“Itupun kalau dapatki dan dekatki seorang Penyuluh pertanian, sedangkan ini sudah dibeli oleh seseorang yang katanya dekat penguasa, tetapi siapa tahu ada kita dapat dan bisa saya difasilitasi dapat bantuan alsintan itu dan pasti adaji itu uang jasanya, kalau jenis combine kita bisa kasikki 100 jutaanlah,” ungkapnya.

(Zul|7)



 

Tinggalkan Balasan