Oleh: Husnul Khatimah Rusyid
Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia
Manusia banyak menerima informasi baik dari lingkungan sekitar, teknologi, media, dan masih banyak lagi alat yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi.
Apakah semua informasi termasuk dalam pengetahuan? Pada hakikatnya, pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan seseorang melalui panca indera (penglihatan, penciuman, pendengaran, sentuhan, dan
pengecapan).
Panca indera merupakan proses awal dimana informasi diolah, yang disebut sebagai persepsi. Akan tetapi seringkali segala sesuatu yang terlihat tidak selalu seperti apa adanya;
penampilan bisa menipu.
Hal ini mengingatkan pada kasus bagaimana pensil yang lurus akan terlihat bengkok ketika ditempatkan dalam air, atau bayangan air (fatamorgana) yang terbentuk di tengah-tengah gurun pasir.
Pada kasus tersebut, jika seseorang belum mengetahui konsep pembiasan cahaya atau proses terbentuknya oasis di tengah gurun pasir, maka seseorang akan dituntun untuk membentuk kepercayaan yang salah atas informasi yang diterima melalui panca
indera.
Alur penalaran yang menggunakan kesalahan persepsi yang tidak terdeteksi dikenal sebagai argumen dari Ilusi.
Argumen Ilusi
Argumen dari Ilusi adalah model ‘tidak langsung’ dari pengetahuan, sehingga yang
diperoleh dari pengetahuan merupakan ‘kesan inderawi’ yang tampak dan membuat kesimpulan atas sesuatu.
Artinya, baik pada kasus ‘oasis’ yang tertipu dan tidak tertipu sesuai dengan kasus sebelumnya, yang umum adalah kesan inderawi yang mengarahkan seseorang untuk menyimpulkan sesuatu.
Sehingga, informasi yang didapatkan dapat memberikan keyakinan yang benar maupun keyakinan yang salah.
Argumen dari Ilusi juga sering disebut sebagai realisme tidak langsung yang merupakan paham yang didukung oleh Filsuf terkenal, John Locke (1632-1704).
Realisme tidak langsung mengarahkan pada proses pengetahuan melalui panca indera dan mengabaikan informasi yang tidak didapatkan diluar panca indera.
Transendental Idealisme
Beberapa pandangan mencoba untuk mengurangi aspek argumen dari ilusi dengan menganggap pengetahuan juga berasal dari ‘dunia luar’ yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera.
Salah satu proses pemahaman perseptual yang telah dimodifikasi yaitu Transedental Idealisme yang diusulkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Pandangan transendental idealisme menganggap bahwa semua pengetahuan dimulai dengan indera, berlanjut ke pemahaman, dan berakhir dengan akal, tidak ada yang lebih tinggi dari akal.
Proses pengetahuan yang diolah melalui akal sangat membutuhkan pengalaman seseorang mengenai ‘dunia’ yang tampak, pengalaman ini akan mengarahkan seseorang untuk membentuk keyakinan yang benar atau
keyakinan yang salah dalam memahami pengetahuan.
Namun, mengingat sifat pengalaman,
Immanuel Kant menilai bahwa pasti terdapat ‘dunia’ yang bebas-pikiran di luar pengalaman, sehingga keberadaan pengetahuan diperoleh melalui akal
Realisme Langsung
Beberapa pandangan di atas, mengarahkan pada proses pemahaman perseptual pada keterkaitan dunia yang ‘tampak’ melalui panca indera.
Sehingga, bagaimana proses pemahaman perseptual mengenai ‘dunia yang tidak tampak’?
Perlu dipertimbangkan salah satu gagasan Filsuf tentang realisme langsung untuk meminimalisir batasan yang dimiliki dari Argumen Ilusi.
Realisme langsung merupakan paham yang menganggap pengetahuan berasal dari apa yang terlihat dan tidak terlihat dari proses inderawi tanpa langsung menyimpulkan.
Realisme langsung tetap menyadari bahwa apa yang dilihat bisa jadi merupakan kasus yang ‘ditipu’ dan ‘tidak ditipu’, sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak dapat disimpulkan untuk membentuk keyakinan yang
benar.
Pandangan realisme langsung merupakan pandangan yang paling sesuai dalam proses mendapatkan pengetahuan perseptual mengenai dunia. Pengetahuan yang didapatkan dapat berubah jika dapat dibuktikan, sesuai dengan fakta, dan dapat diyakini kebenarannya.
Motivasi di balik paham realisme langsung merupakan daya tarik yang jelas mengenai informasi yaitu yang paling dekat dengan akal sehat.
Referensi:
Pritchard, Duncan. 2018. What is This Thing Called Knowledge, Fourth Edition. New York:
Routledge.