ENEWS, JAKARTA •• Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) yang menjadi salah satu agenda prioritas Presiden dalam RAPBN 2026 dinilai memiliki potensi besar sebagai tonggak kemandirian ekonomi rakyat.
Namun menurut Ekonom dan Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Dr. Muhammad Aras Prabowo, M.Ak, keberhasilan program tersebut sangat dipengaruhi oleh sejauh mana tata kelolanya mempertimbangkan aspek antropologi dan sosiologi.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Tata Kelola KDKMP: Tantangan dan Potensi Korupsi” yang diselenggarakan Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi (Setnas PK) di Gedung ACLC KPK pada Kamis (13/11/2025), Dr. Aras menegaskan bahwa koperasi tidak dapat dipandang semata sebagai institusi ekonomi.
Koperasi, kata dia, pada dasarnya merupakan lembaga sosial yang tumbuh dari nilai gotong royong, kepercayaan, serta solidaritas komunitas.
“Koperasi harus dibangun dari kultur sosialnya, bukan sekadar mekanisme finansial. Tanpa memahami moral kolektif dan adat komunitas desa, KDKMP hanya akan meniru model perbankan modern yang impersonal,” ujar Aras dalam paparannya.
Ia menjelaskan bahwa banyak kegagalan lembaga keuangan di pedesaan terjadi karena ketidaksesuaian antara sistem formal dan realitas sosial ekonomi lokal.
Proses kredit yang berorientasi pada prosedur formal kerap menimbulkan jarak sosial serta menghambat partisipasi masyarakat.
Karena itu, menurut Aras, KDKMP harus dirancang sebagai bentuk embedded finance, ekonomi yang tertanam dalam nilai moral, adat, dan mekanisme kontrol sosial desa.
Dari sisi tata kelola, Aras menekankan pentingnya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik yang berlandaskan musyawarah desa.
Ia juga memperkenalkan konsep “Akuntanesia”, yakni sistem akuntansi moral yang berpijak pada nilai gotong royong dan integritas lokal.
Konsep ini diyakini mampu mengantisipasi praktik mark-up, proyek fiktif, hingga konflik kepentingan yang kerap membayangi pengelolaan lembaga ekonomi di tingkat desa.
“Koperasi Merah Putih adalah laboratorium Ekonesia — ekonomi yang bermoral dan berakar pada etika komunitas. Di sinilah pencegahan korupsi harus dimulai, dari kultur integritas masyarakat desa,” ungkapnya.
FGD yang diprakarsai Stranas PK tersebut turut dihadiri akademisi dari berbagai universitas, termasuk UI, UGM, Paramadina, dan UMY, serta sejumlah lembaga seperti ICW, INDEF, CELIOS, dan AKSES. Diskusi ini bertujuan memperkuat kebijakan pencegahan korupsi dalam program prioritas nasional, sekaligus mengidentifikasi risiko tata kelola pada 82.376 KDKMP yang telah terbentuk di seluruh Indonesia.
Dengan pendekatan yang mempertimbangkan aspek sosial dan budaya, Aras meyakini KDKMP memiliki peluang besar menjadi model ekonomi rakyat yang berkeadilan, inklusif, dan bermartabat sekaligus menjadi pijakan penting menuju Indonesia yang berdaulat secara ekonomi dan bermoral secara sosial.






